Fenomena gelombang Panas Indonesia
15 min read
Oleh : Imam S Ahmad Bashori Al-Muhajir Moh Ardi
Editor Munichatus Sa’adah SPsi
Comunication & Mass Serving Beurau Indonesia
Fenomena gelombang panas yang melanda sejumlah negara di benua Eropa dipastikan tidak terjadi di Indonesia, kata Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi Geofisika (BMKG), Herizal.
“Di wilayah Indonesia tidak terjadi fenomena cuaca yang dikenal dengan gelombang panas tersebut. Yang terjadi di wilayah Indonesia adalah kondisi suhu panas harian,” kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Ahad.
Herizal mengatakan Badan Meteorologi Dunia melaporkan kejadian gelombang panas di wilayah Amerika Utara yang memecahkan beberapa rekor suhu tertinggi, seperti di wilayah British Columbia Kanada setinggi 49,6 derajat Celcius dan 47,7 derajat Celcius di Phoenix Arizona pada pertengahan bulan Juni 2021 telah berdampak luas pada kehidupan manusia maupun ekosistem.
Pada pekan pertama Agustus 2021, kata Herizal, sedang berlangsung kejadian gelombang panas di Eropa yang diprediksi bisa mencapai suhu 40 hingga 45 derajat Celcius di wilayah Eropa Selatan.
Gelombang panas atau dikenal dengan “heatwave” merupakan fenomena cuaca dimana suhu udara panas terjadi lebih tinggi 5 derajat Celcius dari rata-rata suhu maksimum harian di wilayah setempat, dan berlangsung selama lima hari atau lebih secara berturut-turut.
Herizal mengatakan fenomena gelombang panas ini biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Amerika, Eropa dan Australia, dan terjadi pada wilayah yang memiliki massa daratan yang luas.
Secara dinamika atmosfer, situasi itu dapat terjadi karena adanya udara panas yang terperangkap di suatu wilayah yang disebabkan adanya anomali dinamika atmosfer yang mengakibatkan aliran udara tidak bergerak pada wilayah yang luas, misalnya saat terbentuknya sistem tekanan tinggi dalam skala yang luas dan bertahan cukup lama.
“Secara geografis, wilayah Indonesia berada di wilayah ekuatorial, sehingga memiliki karakteristik dinamika atmosfer yang berbeda dengan wilayah lintang menengah-tinggi”, katanya.
Selain itu, wilayah Indonesia juga memiliki karakteristik perubahan cuaca yang cepat. “Dengan perbedaan karakteristik dinamika atmosfer tersebut, dapat dikatakan bahwa wilayah Indonesia tidak terjadi fenomena cuaca yang dikenal dengan gelombang panas,” katanya.
Herizal mengatakan, “umumnya gelombang panas terjadi di wilayah tropis, yang disebabkan oleh kondisi cuaca cerah pada siang hari dan relatif menguat pada saat posisi semu matahari berada di sekitar ekuatorial”.
Berdasarkan siklus tahunan, posisi semu matahari berada di Belahan Bumi Utara (BBU) pada Maret sampai pertengahan September.
“Pada periode ini angin timuran yang identik dengan musim kemarau terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia”, katanya.
Berdasarkan hasil pengamatan BMKG, suhu maksimum pada 30 Juli 2021 tercatat antara 24,0-35,5 derajat Celcius.
“Suhu maksimum sekitar 24 derajat Celcius terjadi di bagian tengah Papua dan maksimum mencapai 35,5 derajat Celcius terjadi di Kalimarau, Berau”, katanya.
Kondisi suhu maksimum dengan kisaran tersebut, masih berada pada kondisi normal, dimana perubahan suhu maksimum harian masih dapat terjadi dalam skala waktu harian bergantung pada kondisi cuaca atau awan di suatu wilayah.
Sampai akhir Juli 2021, sebagian besar wilayah Indonesia atau lebih dari 73 persen zona musim berada pada musim kemarau.
“Walaupun hujan secara sporadis masih berpeluang terjadi di sebagian wilayah, secara umum situasi awan akan cukup rendah pada siang hari.
Herizal mengimbau masyarakat tetap mengantisipasi perubahan cuaca dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga kesehatan diri, keluarga, serta lingkungan.
Suhu panas Indonesia bukan dari Heatwave
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan suhu panas yang terasa di sejumlah wilayah Indonesia bukan diakibatkan dari heatwave atau gelombang panas.
“Yang terjadi di wilayah Indonesia adalah kondisi suhu panas harian yang umumnya disebabkan oleh kondisi cuaca cerah pada siang hari dan relatif lebih signifikan pada saat posisi semu matahari berada di sekitar ekuatorial”, ujar Deputi Bidang Meteorologi Guswanto dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Guswanto menjelaskan menurut WMO (World Meteorological Organization) , gelombang panas atau dikenal dengan “heatwave” merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama lima hari atau lebih secara berturut-turut dimana suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5 derajat Celsius atau 9 derajat Fanreheit atau lebih.
Fenomena gelombang panas ini biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa dan Amerika.
Secara dinamika atmosfer hal tersebut dapat terjadi karena adanya udara panas yang terperangkap di suatu wilayah disebabkan adanya anomali dinamika atmosfer yang mengakibatkan aliran udara tidak bergerak dalam skala yang luas, seperti misalnya ada sistem tekanan tinggi dalam skala yang luas dan terjadi cukup lama.
Sedangkan secara geografis wilayah Indonesia berada di sekitar wilayah ekuatorial, sehingga memiliki karakteristik dinamika atmosfer yang berbeda dengan wilayah lintang menengah-tinggi.
“Selain itu, wilayah Indonesia juga memiliki variabilitas perubahan cuaca yang cepat. Dengan perbedaan karakteristik dinamika atmosfer tersebut, maka dapat dikatakan bahwa di wilayah Indonesia tidak terjadi fenomena yang dikenal dengan gelombang panas atau Heatwave”, ujar Guswanto.
Pada pertengahan Mei 2021, posisi semu matahari sudah berada di Belahan Bumi Utara (BBU) di sekitar 19 derajat Lintang Utara, kondisi tersebut mengindikasikan bahwa di wilayah Indonesia selatan ekuator akan menjelang periode angin timuran yang identik dengan musim kemarau.
Berdasarkan hasil pengamatan BMKG, suhu maksimum tanggal 16 Mei 2021 tercatat berkisar antara 33-35,2 derajat Celsius dengan suhu maksimun 35,2 derajat Celsius terjadi di Surabaya.
Kondisi suhu maksimum dengan kisaran tersebut masih berada kondisi normal, dimana perubahan suhu maksimum harian masih dapat terjadi dalam skala waktu harian bergantung pada kondisi cuaca atau tingkat perawanan di suatu wilayah.
“Saat ini sebagian besar wilayah Indonesia akan memasuki awal musim kemarau dimana tingkat perawanan akan cukup rendah pada siang hari, sehingga masyarakat diimbau dan diharapkan tetap mengantisipasi kondisi cuaca yang cukup panas atau kondisi terik pada siang hari dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga kesehatan diri, keluarga, serta lingkungan,” kata Guswanto.
Matahari terbit dari Utara
Matahari terbit dari utara viral di media sosial. Fenomena itu terjadi di Kabupaten Jeneponto dan sempat diabadikan oleh warga setempat.
Kejadian aneh ini dikaitkan oleh warga dengan tanda hari kiamat. Namun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberi penjelasan.
Kaharuddin, Prakirawan BBMKG Wilayah IV Makassar mengatakan benda-benda langit yang dapat kita amati dari tempat kita di bumi, baik yang nampak pada siang maupun malam hari, semuanya bergerak secara teratur dari arah timur ke barat.
Setiap benda langit tersebut akan terbit dan tenggelam pada posisi tertentu di bumi. Di mana posisi terbit dan tenggelamnya kemudian berubah ke arah tertentu secara gradual. Dan kembali lagi ke posisi semula pada waktu tertentu.
Seolah-olah semua benda langit tersebut, termasuk matahari dan bulan, beredar mengelilingi bumi. Peristiwa pergerakan benda langit tersebut tentunya sangat bermanfaat bagi kepentingan hidup manusia. Sebagai penanda waktu untuk memulai suatu kegiatan tertentu.
Seiring dengan perkembangan peradaban dan keilmuan manusia, berbagai macam teori pergerakan benda langit pun dikemukakan.
Dalam sejarah keilmuan astronomi, terdapat 3 teori pergerakan benda langit yang pernah dikemukakan oleh para astronom terdahulu. Yakni teori egosentris, geosentris, dan heliosentris.
Teori egosentris beranggapan bahwa manusia merupakan pusat dari peredaran benda-benda langit. Teori geosentris, teori ini mengatakan bahwa bumi merupakan pusat tata surya.
Sedangkan teori heliosentris menyatakan bahwa matahari merupakan pusat tata surya. Bumi beserta planet-planet lainnya secara bersamaan beredar mengelilingi Matahari pada orbit-orbit tertentu yang berbentuk bulat.
Dari teori heliosentris, dijelaskan bahwa matahari merupakan pusat peredaran benda-benda langit di dalam tata surya kita. Planet bumi selain berputar pada porosnya, bersama dengan bulan bergerak mengitari matahari melalui lintasannya berbentuk elips.
Sedangkan bulan pada saat yang bersamaan berputar pada porosnya sambil mengitari bumi. Pergerakan-pergerakan tersebut ketika diamati dari bumi terlihat sebagai pergerakan yang bersifat semu.
Gerak semu inilah yang sejak lama telah banyak dimanfaatkan oleh manusia khususnya dalam perhitungan waktu. Dalam keilmuan falak, pergerakan-pergerakan tersebut sangat penting. Karena beberapa perintah ibadah dalam Islam, waktu pelaksanaannya sangat terkait dengan posisi dan pergerakan matahari, bumi, dan bulan tersebut.
Pergerakan Matahari
Disebutkan bahwa matahari merupakan pusat tata surya kita. Bumi, planet dan benda langit yang berada di jangkauan gravitasi matahari, akan bergerak bersamaan mengelilingi matahari. Pada saat yang bersamaan matahari juga terus bergerak di alam semesta ini bersamaan bintang-bintang lainnya.
Dalam keilmuan astronomi gerak matahari dibagi menjadi dua macam, yakni gerak hakiki dan gerak semu. Gerak hakiki matahari, merupakan gerak sebenarnya yang dimiliki matahari. Yakni, rotasi matahari dan gerak matahari di antara gugusan bintang di alam semesta dalam mengitari pusat galaksi bima sakti.
Fenomena Gerak Semu Matahari, Juni 2021 /
Sedangkan gerak semu matahari, jika kita amati di permukaan bumi seolah-olah matahari bergerak dari timur ke barat mengelilingi bumi.
Secara umum gerak semu matahari dapat dibagi menjadi dua, yakni gerak semu harian dan gerak semu tahunan. Gerak semu harian adalah fenomena bergeraknya benda-benda langit dari timur ke barat saat tampak dari bumi.
Contohnya adalah matahari yang terbit di timur di pagi hari, lalu tampak bergerak ke barat hingga terbenam saat sore hari.
Gerak semu tahunan matahari adalah pergerakan semu matahari yang seolah-olah bergerak dari selatan ke utara dan kembali ke selatan setiap tahunnya.
Hal ini terjadi karena bumi berevolusi mengelilingi matahari dengan poros yang miring sehingga bagian kutub utara dan kadang kutub selatan bumi akan condong ke matahari.
Fenomena ini menyebabkan matahari tidak terbit dan terbenam di posisi yang sama sepanjang tahun (bergeser dari utara ke selatan atau sebaliknya).
Titik paling utara dalam gerak semu matahari ini disebut titik balik utara yang terjadi di tanggal 21 Juni. Sebaliknya, titik balik selatan terjadi ketika matahari mencapai titik paling selatannya, yaitu pada tanggal 22 Desember.
Terkait video matahari terbit dari utara di Kabupaten Jeneponto yang banyak beredar di sosial media maka itu disebabkan oleh gerak semu tahunan matahari.
Matahari tetap terbit di timur dan akan terbenam di barat. Namun pada saat sekarang posisi matahari sedang menuju pada titik balik utara pada tanggal 21 Juni nanti. Pada tanggal 21 Juni posisi matahari bergeser sejauh 23,5 derajat dari ekuator ke arah utara.
Kemudian bergerak kembali ke arah ekuator di tanggal 23 September dan menuju ke titik balik selatan di tanggal 22 Desember nanti sejauh 23,5 derajat dari ekuator ke arah selatan. Dan bergerak kembali ke arah ekuator di tanggal 21 Maret. Gerak semu ini akan terjadi setiap tahunnya.
Dampak dari Gerak Semu Tahunan Matahari
Pada saat matahari seolah bergerak ke arah utara, maka belahan bumi di utara tentu akan mendapatkan sinar matahari lebih banyak yang mengakibatkan munculnya musim semi atau musim panas di utara.
Sedangkan bagian bumi sebelah selatan akan kekurangan sinar matahari sehingga munculah musim gugur ataupun musim dingin di belahan bumi selatan.
Begitu pula dengan sebaliknya, jika matahari seolah bergerak ke selatan bumi, maka bagian selatan bumi yang akan mendapat banyak sinar matahari dan bagian utara tidak mendapat sinar yang cukup.
Sama halnya dengan negara-negara di belahan bumi utara dan selatan, negara yang berada di kawasan tropis juga akan mengalami pergantian musim akibat gerak semu tahunan matahari.
Namun bedanya negara beriklim tropis tentu tidak mengalami 4 musim, melainkan hanya memiliki 2 musim. Akibat adanya pengaruh dari angin muson akibat revolusi bumi.
Gerak semu tahunan matahari
Gerak semu tahunan matahari adalah pergerakan semu matahari yang seolah-olah bergerak dari selatan ke utara dan kembali ke selatan setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena Bumi mengelilingi matahari (revolusi) dengan poros yang miring sehingga yang condong ke matahari kadang kutub utara dan kadang kutub selatan Bumi. Fenomena ini menyebabkan matahari tidak terbit dan terbenam di posisi yang sama sepanjang tahun (bergeser dari utara ke selatan atau sebaliknya dari hari ke hari) serta pergantian musim di belahan Bumi utara dan selatan. Saat bagian utara Bumi condong ke matahari, bagian tersebut mendapat sinar lebih banyak dan siang lebih panjang sehingga terjadi musim panas di negeri empat musim. Sebaliknya, pada saat yang sama, terjadi musim dingin di bagian selatan Bumi.
Kejadian ketika matahari mencapai titik paling utaranya dalam gerak semu ini disebut titik balik utara yang terjadi antara antara 20–22 Juni. Sebaliknya, titik balik selatan terjadi ketika matahari mencapai titik paling selatannya, yaitu antara 20–23 Desember. Titik tengah di antara keduanya disebut ekuinoks.
Fenomena ini juga dapat digunakan umat Islam untuk menemukan arah kiblat melalui bayangan karena matahari melewati posisi lintang Ka’bah dua kali setahun sehingga arah bayangan pada titik kulminasi di Ka’bah pada dua hari tersebut akan menunjukkan arah kiblat. Peristiwa ini terjadi dua kali setahun, yaitu 28 Mei sekitar pukul 12.18 Waktu Standar Arab Saudi (WSAS) (09.18 UTC) dan 16 Juli pukul 12.27 WSAS (09.27 UTC).[1]
Gerak semu harian matahari
Gerak semu harian adalah fenomena bergeraknya benda-benda langit (termasuk matahari dan bintang-bintang) dari timur ke barat saat tampak dari bumi. Contohnya adalah matahari yang terbit di timur di pagi hari, lalu tampak bergerak ke barat hingga terbenam saat senja. Benda-benda langit tersebut tampak bergerak akibat rotasi bumi atau berputarnya bumi pada porosnya.
Ingin Berkontribusi?
Masuk menggunakan akun microsite anda, apabila belum terdaftar silakan klik tombol di bawah.
- Efisiensi Perencanaan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Melalui Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2022
- 9 Aspek Keuangan Negara dalam UU Cipta Kerja Terkait Peningkatan Investasi
Attachment | Size |
---|---|
210710-Laporan Kajian Tata Kelola Alat Kesehatan Dalam Kondisi Covid-19_FINAL.pdf | 582.03 KB |
Baca juga :
- SKK Migas Memulai Eksplorasi Diwilayah Beru Lamongan
- Menko PMK RI Kunjungi Gudang Farmasi Dinkes Gresik
- Lima Pejabat Resmi Daftarkan Diri sebagai Sekda Lamongan, Ini Penjelasannya