January 19, 2025 Login Daftar

Suaradesaku.net

Situs Informasi Terbaru & Terakurat

Pembangunan dan Pengembangan Desa Digital

8 min read

Aplikasi Si Mantap yang dimanfaatkan PT. Jasindo dalam rangka membackup asuransi pertanian dan membantu pihak asuransi dalam mendeteksi risiko kekeringan dan banjir, bahkan organisme pengganggu tumbuhan. Minimnya jumlah petani muda hingga rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di sektor pertanian merupakan serangkaian tantangan yang terjadi di sektor pertanian

 

Oleh: Imam S Ahmad Bashori Al-Muhajir
Team Reportase Desa Digital

 

Desa digital Revolusi industri 4.0 dan kejadian pandemi covid-19 telah menyebabkan perilaku dan kebiasaan manusia menjadi berubah. Perubahan tersebut dikarenakan adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta terdapatnya kebijakan social distancing sebagai mitigasi dari penyebaran virus covid-19.

Pemerintah pusat melalui Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi terkait kondisi pandemi covid-19 yang sedang menerpa negara di dunia khususnya Indonesia, sudah tentu harus mengembangkan implementasi Desa Digital yang telah dicanangkan sejak lama.

Desa Digital bukan hanya jawaban bangkit dari dampak negatif pandemi covid 19, tetapi merupakan bentuk kesiapan desa desa di Indonesia dalam menghadapi era perdagangan bebas yang sedang kita jalani, oleh karena itu dalam rangka mengembangkan dan memperkuat program Desa Digital yang telah berjalan maka perlu dilakukanlah studi Strategi Pengembangan Ekonomi Dan Investasi Desa Mendukung Percepatan Desa Era Digital, guna mewujudkan desa kuat, maju, mandiri dan demokratis.

Dampak dari perubahan tersebut adalah meningkatnya pengguna dari internet baik untuk tujuan formal dan informal. Penggunaan TIK menjadi suatu keniscayaan bagi seluruh mayarakat tidak hanya masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan.

Namun demikian, untuk mengimplementasi penggunaan TIK, diperlukan infrastruktur yang memadai. Adapun infrastruktur yang diperlukan untuk mengimplementasikan TIK yang berbasiskan digital pada suatu daerah adalah ketersediaan jaringan internet, hardware komputer, smart phone, mobile phone dan kelengkapannya.

Digitalisasi, adalah pengunaan TIK melalui perangkat digital seperti mobile phone, smart phone dan komputer serta pendukungnya sehingga proses maupun mekanisme yang sebelumnya manual berubah menjadi otomatis.

Sesuai dengan kebutuhan infrastruktur tersebut, maka implementasi digitalisasi di daerah pedesaan menjadi suatu tantangan.

 

Keterbatasan

Masyarakat di pedesaan memiliki keterbatasan sebagai berikut:

  1. Rendahnya pengetahuan dan kompetensi dari masyarakat;
  2. Rendahya tingkat perekonomian masyarakat;
    Rendahnya kualitas kesehatan masyarakat;
  3. Terbatasnya akses keuangan baik untuk akses pendanaan, maupun layanan keuangan lainnya seperti transfer uang;
  4. Terbatasnya akses pemasaran produk lokal.
  5. Fenomena Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki jumlah pedesaan yang lebih banyak dibandingkan dengan perkotaan.

Peningkatan trend penggunaan teknologi informasi seakan menuntut masyarakat beradaptasi dalam menjalani keseharian, terutama masyarakat pedesaan. Konsep desa digital menjadi penting sebagai salah satu solusi meningkatkan partisipasi masyarakat agar lebih berdaya dalam implementasi teknologi pada kehidupan desa.

Konsep desa digital ini mengacu pada dasar kebijakan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, Permendesa No 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa pasal 6 ayat 2/a, serta Permendes No 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Desa pasal 11 ayat 1 – 5.

Kehadiran Revolusi Industi 4.0 sebagai akibat dari perkembangan teknologi yang semakin maju, mau tidak mau memaksa semua lini sektor termasuk pertanian, untuk mampu beradaptasi dan memanfaatkan teknologi digital berbasis internet tersebut.

Namun penerapan industri 4.0 tidaklah mudah, karena masih terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi sektor tersebut, seperti minimnya partisipasi kaum muda dan rendahnya kualitas SDM pada sektor pertanian, cakupan jaringan internet yang masih terbatas, maupun belum optimalnya dukungan permodalan. Kesenjangan pembangunan merupakan hal yang sampai saat ini masih terjadi di Indonesia. Kesenjangan tersebut terjadi antarwilayah serta antar kota dan desa. Kesenjangan yang terjadi antar kota dan desa juga terjadi dalam hal teknologi informasi dan komunikasi.

Desa digital merupakan salah satu program untuk mengurangi kesenjangan arus informasi yang terjadi di desa. Konsep desa digital merupakan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang terintegrasi dalam pelayanan publik dan kegiatan perekonomian.

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi prioritas karena dampaknya terhadap perekonomian. Permodalan masih menjadi permasalahan bagi UMKM. Sehingga pemerintah melakukan kerja sama dan koordinasi dengan BI, OJK, dan LPS guna mempermudah penguatan modal bagi UMKM melalui kredit perbankan. BI menetapkan target rasio kredit UMKM untuk mendukung program tersebut.

Untuk meminimalisir risiko likuiditas dan risiko kredit UMKM, BI mengeluarkan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dengan mencantumkan surat berharga berupa obligasi sebagai alat likuiditas bank jika NPL tinggi. Penetapan RIM dapat memperlebar ruang gerak bank dalam menyalurkan kredit.

Memasuki era revolusi industri 4.0, berbagai kegiatan baik itu sosial, ekonomi, pendidikan, politik, dan lainnya selalu dikaitkan dengan penggunaan mesin-mesin otomasi yang terintegrasi dengan jaringan internet. Kondisi tersebut pun tentunya tidak dapat dihindari perkembangannya sehingga memaksa semua lini sektor, baik bisnis, pendidikan, politik tak terkecuali pertanian, untuk mampu beradaptasi dan memafaatkan teknologi digital berbasis internet tersebut.

Hal ini dikarenakan masa depan pertanian ke depan mungkin tidak lagi berlangsung secara konvensional namun akan tergantikan dengan teknologi berbasis internet. Selain berbasis internet (internet of things), terdapat teknologi utama lainnya yang menopang implementasi revolusi industri 4.0, diantaranya adalah super komputer (artificial inteligence), kendaraan tanpa pengemudi (human-machine interface), teknologi robotik (smart robotic), serta teknologi 3D printing.

Sementara konsep pengembangan pertanian yang banyak dikembangkan pada saat ini adalah konsep pertanian cerdas, yang biasa juga disebut smart farming atau precision agriculture. Melalui implementasi tersebut, diharapkan proses usaha tani menjadi lebih efektif dan efisien, baik dalam segi waktu dan biaya sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing produk tani yang dihasilkan.

 

Autonomous Tractor

Selanjutnya, untuk memasuki dan mendukung revolusi industri 4.0 di sektor pertanian, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Litbang Pertanian mulai berinovasi mengembangkan teknologi seperti, cloud computing, mobile internet, dan artificial intelligence yang kemudian akan digabung menjadi teknologi alat mesin pertanian yang lebih modern, misalnya berupa traktor yang mampu beroperasi tanpa operator, pesawat drone untuk deteksi unsur hara, dan robot grafting.

Salah satu contoh pengembangan teknologi mekanisasi pertanian yang telah berhasil dibuat oleh Badan Litbang Pertanian adalah sebuah traktor yang diberi nama Autonomous Tractor. Traktor ini berfungsi untuk mengolah tanah menggunakan sistem navigasi real time kinematika (RTK) yang dapat melakukan pengolahan lahan sesuai perencanaan dengan akurasi 5-25 cm.

Kementan juga telah memperkenalkan berbagai macam aplikasi untuk membantu usaha tani, seperti Sistem Monitoring Pertanaman Padi (Simotandi) yang menggunakan citra satelit beresolusi tinggi untuk bisa membaca standing crop tanaman padi, aplikasi Kalender Tanam (Katam) berfungsi untuk mengetahui waktu tanam, rekomendasi pupuk dan penggunaan varietas.

Kemudian aplikasi Si Mantap yang dimanfaatkan PT. Jasindo dalam rangka mem-backup asuransi pertanian dan membantu pihak asuransi dalam mendeteksi risiko kekeringan dan banjir, bahkan organisme pengganggu tumbuhan.

Minimnya jumlah petani muda hingga rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di sektor pertanian merupakan serangkaian tantangan yang terjadi di sektor pertanian.

Berdasarkan data statistik ketenagakerjaan sektor pertanian, bahwa sebagian besar SDM yang bekerja di sektor pertanian didominasi oleh kelompok umur 60 tahun ke atas (17,9 persen), sedangkan keterlibatan kaum muda pada pertanian masih sangat rendah.

Minimnya minat kaum muda untuk terjun di pertanian yakni kondisi pertanian dianggap kurang menjanjikan, risiko yang tinggi, maupun level gengsi di masyarakat Selain itu berdasarkan tingkat pendidikan.

SDM dengan tingkat pendidikan SD sebesar 37,53 persen dan tidak tamat SD sebesar 24,23 persen masih mendominasi SDM pada sektor tersebut, sedangkan SDM dengan tingkat pendidikan SMK, Diploma, dan Sarjana menjadi kelompok minoritas di sebaran tenaga kerja sektor pertanian dengan persentase masing-masing sebesar 3,78 persen; 0,45 persen; dan 1,02 persen.

Padahal partisipasi kaum muda sangat diperlukan dalam menghadapi revolusi industri 4.0 di sektor pertanian, karena petani tua dan/atau berpendidikan rendah yang selama ini masih mendominasi pada sektor tersebut, dikhawatirkan belum mampu beradaptasi dan mengadopsi teknologi yang ada.

Pemanfaatan teknologi digital akses internet merupakan bagian dan teknologi yang mendukung industri 4.0. Namun terbatasnya jangkauan internet akan menjadi tantangan tersendiri dalam mengimplementasikan industri 4.0 pada sektor pertanian.

Seperti yang diketahui, bahwa belum seluruh wilayah Indonesia terjangkau akses internet, khususnya daerah terpencil, pedalaman, maupun pedesaan.

Palapa Ring yang merupakan proyek pembangunan jaringan serat optik dan diharapkan mampu membangun jaringan hingga mencakup sampai ke pelosok daerah, sejauh ini belum mampu menjangkau seluruh wilayah, dan masih ada 150 ribu titik tidak bisa dijangkau oleh jaringan optik.

Sementara capaian wilayah pedesaan yang sudah tersentuh oleh jaringan 3G-pun baru mencapai 73,02 persen dari total 83.218 desa/ kelurahan dan untuk cakupan 4G baru mencapai 55,05 persen saja.

Menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017, bahwa penggunaan internet di pedesaan (rural) sendiri hanya sebesar 48,25 persen. Petani yang merupakan pelaku utama dalam sektor tersebut hanya sebesar 13,45 persen yang menggunakan internet dan sebagian besar berada dalam wilayah barat Indonesia

Hal yang melatarbelakangi keengganan untuk memanfaatkan internet, salah satunya keterbatasan fisik (infrastruktur) dan biaya yang cukup tinggi untuk mendapatkan akses internet di daerah pedesaan tersebut.

Industri 4.0 tentu membutuhkan peralatan berteknologi canggih yang membutuhkan modal yang tidak sedikit. Ini juga menjadi satu tantangan bagi pelaku sektor pertanian khususnya petani.

Banyak lembaga permodalan dengan berbagai skim kredit yang ditawarkan ke petani, namun pada kenyataannya hanya dapat diakses oleh kelompok tertentu, sedangkan petani kecil kesulitan.

Sulitnya petani mengakses permodalan dikarenakan kurangnya kepercayaan lembaga keuangan untuk menyuntikkan dana ke petani sehubungan dengan penghasilan petani dinilai teralu kecil dan tak memiliki agunan memadai untuk jaminan pinjaman.

Berbagai kredit program yang dikembangkan untuk usaha pertanian seperti Kredit Ketahanan Pangan-Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada perkembangannya masih jauh dari harapan karena pada pelaksanaannya bank tidak akan memberikan kredit jika tidak memiliki agunan.

Pemanfaatan internet melalui financial technology (fintech) yang kiranya diyakini dapat membantu dan mempermudah dalam mengakses permodalan pun (dikarenakan syarat dari fintech tidak terlalu sulit seperti perbankan) nyatanya masih belum memihak petani.

Desa pintar

Menjadi sebuah unit terkecil yang ada di pemerintahan, desa atau kelurahan dapat mendukung terciptanya kota pintar atau smart city. Transformasi digital pada desa atau kelurahan, dinilai dapat membantu mewujudkan pemerintahan/negara yang pintar pula.

“Desa yang pintar akan mendukung kota/kabupaten yang pintar. Kota/kabupaten yang pintar akan mendukung provinsi yang pintar. Provinsi yang pintar akan mendukung negara yang pintar. Seperti itu flow–nya,” ujar Koordinator Penyusunan Masterplan Smart City Direktorat LAIP, Dwi Elfrida Simanungkalit.

Oleh karena itu, dalam mewujudkan desa yang pintar, Kemkominfo melalui Direktorat Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan (LAIP) mempunyai program Desa Digital. Program ini, akan memberikan bimbingan teknis (bimtek) kepada operator dan pemerintah desa untuk sudah mulai memberikan layanan-layanan secara online. Seperti halnya tata pemerintahan ataupun sistem informasi yang kini perlu ditingkatkan dengan mulai memanfaatkan TIK, sehingga dapat dilakukan dan dimonitor secara online.

“Aplikasi yang kami sediakan adalah aplikasi Sistem Informasi Desa dan Kawasan New-Generation (Sideka-NG), aplikasi yang sudah berbasis komputasi cloud (awan) dimana operator desanya bisa mengikuti data tentang keuangan desanya, melakukan pelayanan kepada masyarakat secara online, juga meng-create website desa”, jelas Dwi.

Menurut Dwi, dalam memonitor setiap potensi dan perkembangan desa, bukanlah hal yang mudah. Di Indonesia, terdapat sekitar 75 ribu desa yang perlu diperhatikan dan diberi dukungan. Oleh sebab itu, dengan adanya pembuatan website desa ini dinilai dapat memudahkan pemerintah, termasuk presiden, dalam memonitor secara online seluruh kegiatan pemerintahan, bahkan kegiatan-kegiatan yang ada di level desa.

Secara ringkas, pembuatan website desa tersebut akan digunakan untuk memberikan informasi-informasi yang dinamis. Misalnya, kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh desa tersebut, informasi-informasi seputar tata kelola pemerintahan desa dan potensi-potensi desa, seperti potensi pariwisatanya untuk bisa dilihat tidak hanya oleh desa itu sendiri melainkan secara nasional, bahkan internasional.

Program aplikasi lainnya adalah aplikasi Bank Sampah, e-Posyandu, dan Dasawisma. Rangkaian aplikasi yang sudah dipersiapkan oleh Kementerian Kominfo ini, nantinya akan memberikan para operator desa terkait akan pelatihan-pelatihan seputar pemanfaatan aplikasi tersebut dan TIK, yang akhirnya dapat diimplementasikan penggunaanya dan dapat dibagikan kepada masyarakat daerah tersebut.

Didukung pula oleh program Desa Wisata, desa yang sudah terdigitalisasi dengan menarik untuk objek wisatanya juga akan mendapatkan pelatihan lainnya. Melalui Kantor Staf Presiden (KSP), pelatihan-pelatihan bahasa kepada masyarakat desa dapat berguna untuk membantu masyarakat dalam berkomunikasi dengan wisatawan asing, terutama saat menjelaskan potensi-potensi pariwisata ataupun kuliner.

“Dengan adanya program ini, Desa Gigital diharapkan dapat membantu mewujudkan smart city. Dalam hal ini, dimulai dari skala desa, yang kemudian dapat perkembang terus dan dapat saling sharing dan membantu dalam mewujudkan pemerintahan desa dengan pelayanan terbaik dan terpadu terhadap masyarakat, dan juga tata kelola pemerintah yang lebih informatif, dan transparan”, tutup Dwi.

25200cookie-checkPembangunan dan Pengembangan Desa Digital

Leave a Reply

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.