November 21, 2024 Login Daftar

Suaradesaku.net

Situs Informasi Terbaru & Terakurat

LPK Ilham Nusantara: Subsidi Setengah Hati (Terulang Meski Ganti …..)

16 min read

Backlog kepemilikan masih menjadi masalah yang dihadapi di sektor perumahan dengan terrdapat kesenjangan antara kebutuhan rumah tinggal dan ketersediaan perumahan saat ini. Selain masalah backlog kepemilikan rumah tinggal, Kementerian PUPR juga mengakui adanya permasalahan dari aspek keterjangkauan

 

Oleh: Imam S Ahmad Bashori
Litbang Indonesia Bebas Masalah

 

PERINGATAN: Artikel ini mengandung konten eksplisit yang dapat memicu tekanan emosional dan mental bagi pembaca. Kami menyarankan anda tidak meneruskan membacanya. Kami lebih menyarankan artikel ini dibaca oleh Penegak hukum Indonesia, Pemerhati Kebijakan Indonesia dan Lembaga-lembaga Kontrol Sosial se-Indonesia

 

Suaradesaku.net: Kementerian PUPR mengungkapkan sekitar 12,7 juta rumah tangga masih mengharapkan untuk dapat memiliki rumah tinggal. Berdasarkan data yang dimilikinya, setiap tahun terdapat pertumbuhan 700 ribu sampai dengan 800 ribu kepala keluarga baru. Sementara pemerintah hanya mampu memfasilitasi 1 juta rumah baru setiap tahunnya.

Kolaborasi dari seluruh stakeholder diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi pemerintah di sektor perumahan saat ini. Kolaborasi dapat dilakukan dengan melakukan kerjasama pemanfaatan lahan hak pengelolaan yang dimiliki oleh BUMN/BUMD untuk membangun rumah susun yang dikenal dengan apartemen.

 

Isu dan Tantangan Penyediaan Perumahan

Permasalahan umum perumahan rakyat:

Kebutuhan akan perumahan baru yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dikarenakan perumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat. Sementara dari sisi penyediaan, jumlah rumah yang terbangun belum mampu memenuhi pertumbuhan itu sendiri.

Pemanfaatan lahan perkotaan makin mempersulit warga berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah, karena kenaikan harga tanah menjadi pendongkrak utama kenaikan harga rumah yang naik rata-rata 20% per tahun

Saat ini Indonesia sudah mendekati krisis perumahan, karena jumlah backlog perumahan sudah mencapai 15 juta dengan tambahan satu juta pertahun.

 

Segudang Masalah

Seberapapun kecil dan sederhananya, rumah menjadi tempat berlindung dan berkumpulnya segenap keluarga. Rumah juga menjadi tempat istirahat dan rekreasi kita serta setumpuk fungsi lain. Benarkah demikian?.

Ketika bisnis perumahan mulai dikenal, disatu sisi memudahkan kepemilikan rumah, disisi lain rumah yang harusnya menjadi istana bisa berubah menjadi bencana.

 

Rumahku istanaku tak ayal  menjadi rumahku masalahku

 

Betapa tidak bila kemudian dalam mekanisme jual beli rumah, acapkali disertai dengan beragam permasalahan. Munculnya sistem jual-bangun, yaitu pengembang menawarkan dan menjual obyek perumahan baru kemudian membangunnya, menambah kompleksitas permasalahan kepemilikan rumah.

 

Secara garis besar, permasalahan jual beli perumahan mencakup tiga hal besar;

  1. Permasalahan yang muncul pra transaksi. Permasalah ini mencakup informasi yang tidak jujur dari pengembang (developer), informasi tidak lengkap atau iming-iming iklan yang menyesatkan.
  2. Transaksi. Tak jarang ketika dalam proses transaksi, konsumen dibebani biaya tambahan yang sebelumnya tidak muncul dalam pra transaksi.
  3. Permasalahan yang muncul setelah terjadinya transaksi (pasca transaksi). Permasalahan di fase ini biasanya paling banyak. Mulai dari pembangunan tak berijin, sertifikat bermasalah, tak ada fasos-fasum (fasilitas sosial dan fasilitas umum), sampai pembangunan rumah tidak terealisasi oleh pengembang.

 

Banyak para pengembang sebetulnya baru memegang izin prinsip untuk membangun perumahan. Sedangkan status penguasaan tanah oleh pengembang baik secara fisik maupun yuridis, acapkali belum memiliki kejelasan.

Demikian juga terhadap ijin mendirikan bangunan (IMB) yang tidak terinformasi kepada konsumen, yang dikemudian hari akhirnya menimbulkan permasalahan.

Demikian juga ketika konsumen telah mampu melunasi kredit rumah, namun sulit mendapatkan sertifikat sebagai dokumen kepemilikan rumah.

Realisasi fasilitas yang janjikan seringkali menjadi permasalahan pula dikemudian hari. Pengembang tidak menyediakan fasilitas perumahan, seperti jalan yang diaspal, listrik, air bersih, pertamanan, mesjid. Bahkan area yang sedianya dijadikan fasos dan fasum berubah menjadi area bisnis.

 

Masalah lain, pembangunan rumah yang tidak terealisasi oleh pengembang :

Dalam hukum jual beli, salah satu syarat mutlaknya adalah adanya barang yang hendak diperjualbelikan. Di bidang perumahan sudah tentu jika terjadi akad kredit atau transaksi jual beli rumah, rumahnya harus sudah ada/selesai dibangun. Realitanya, banyak pengembang yang sama sekali belum memulai kegiatan membangun, namun telah memasarkan perumahan tersebut.

Hal ini kerap menimbulkan permasalahan bagi konsumen, dengan tidak terealisasinya pembangunan. Alasan pengembang, susahnya mendapatkan Ijin (terganjal ijin), kesulitan ekonomi yang dialami oleh pengembang sampai dinyatakan pailit.

 

Undang-Undang Perumahan

Keberadaan Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang perumahan, agaknya belum bisa menjadi pijakan dalam menyelesaikan masalah perumahan.

Tak berlebihan bila kemudian pemerintah merevisi dan berencana menerbitkan Undang-undang tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.

Dalam Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mengatur dan mengawasi pembangunan perumahan di wilayah masing-masing.

Namun cukupkah Undang-undang itu nantinya mengakomodir semua permasalahan terkait perumahan?.

 

Dalam Undang-undang ini agaknya belum menyentuh sumber masalah.

 

Undang-undang ini lebih menitik beratkan kepada pengawasan dan regulasi perumahan, sedangkan permasalahan yang muncul selama ini lebih terletak pada hukum kontrak antara konsumen dan pengembang.

 

Idealnya, dalam hal penegakkan perlindungan konsumen perumahan meliputi :

  1. Adanya pengawasan dari pemerintah,
  2. Adanya mekanisme pengaduan tindak lanjut di pemerintah sebagai regulator,
  3. Perlunya developer menjadi anggota organisasi perumahan (misal, REI),
  4. Perlu adanya lembaga khusus yang menangani perumahan, (putusan bersifat final),
  5. Perlu adanya dana cadangan (reserve fund) developer yang tersimpan di bank, apabila proyek perumahan tidak terealisasi serta kembali pada pemahaman membangun baru kemudian menjual.

 

Tahapan perumahan yang layak untuk konsumen memiliki ;

Perencanaan perumahan berkaitan dengan izin yang harus dipenuhi oleh pengembang misalnya:

  • izin Amdal,
  • IMB, dan izin lainnya.
  • Pembangunan perumahan (harus dilengkapi dengan PSU dan berkelanjutan), dan pembangunan perumahan ini dapat dilakukan oleh pemerintah dan swasta.

 

Pembangunan perumahan di Indonesia lebih banyak dilakukan oleh swasta dan menimbulkan banyak masalah dan keluhan dari konsumen.

 

Oleh karena itu, RUU perumahan terbaru perlu membentuk forum yang berfungsi untuk:

  1. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat,
  2. Membahas dan merumuskan pemikiran,
  3. Forum yang terdiri dari pelaku usaha, pemerintah dan konsumen untuk melakukan mediasi dalam permasalahan perumahan
  4. Pemanfaatan perumahan untuk setiap warga negara, dan orang asing hanya memiliki hak sewa saja

 

Dalam kenyataannya pembangunan rumah yang tidak terealisasi ini berkaitan dengan perjanjian pengikatan jual beli yang berat sebelah dan RUU perumahan ini kurang menyentuh ke akar permasalahan konsumen perumahan saat ini.

Pemerintah harus ekstra keras untuk membuat RUU perumahan yang melindungi seluruh masyarakat dari developer nakal.

 

Isu Pembiayaan Perumahan

  1. Tingkat keterjangkauan MBR untuk memenuhi kebutuhan rumah masih rendah, baik membeli dari pengembang, membangun secara swadaya maupun meningkatkan kualitas rumah yang tidak layak huni
  2. Ketersediaan dana maupun pola/skema untuk bantuan pembiayaan perumahan MBR masih terbatas
  3. Akses MBR ke sumber pembiayaan perumahan (lembaga keuangan) untuk mendapatkan KPR masih terbatas
  4. Sumber dana pembiayaan perumahan masih bersifat jangka pendek sehingga tidak dapat berkelanjutan untuk KPR yang bersifat jangka panjang (maturity mismatch)

 

Tantangan Penyediaan Perumahan

Pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan akibat pertumbuhan secara alami dan urbanisasi menyebabkan peningkatan kebutuhan hunian di perkotaan.

Namun, keterbatasan lahan merupakan tantangan krusial yang dihadapi dalam upaya pemenuhan hunian layak dan terjangkau. Tantangan Backlog Kepemilikan dan Rumah Tidak Layak Huni.

Kemiskinan di perdesaan 12,22%, sementara di perkotaan 7,29%. Secara total, kemiskinan Indonesia mencapai 9,36% dari total populasi Indonesia setara dengan 25,90 juta orang dianggap cukup mewakili backlog Kepemilikan dan Rumah Tidak Layak Huni 7,63 juta rumah dan 2,38 juta RTLH. (Maret 2023).

 

Rincian Defisit Perumahan

  • ± 6,53 Juta Backlog Rumah MBR Non Fixed Income
  • ± 1,1 Juta Backlog Rumah MBR Fixed Income
  • ± 2,38 Juta Backlog RTLH MBR Non Fixed Income

 

Potensi MBR Non Fixed Income

  1. Pedagang Keliling Jumlah penduduk 22 juta jiwa dan yang belum memiliki rumah ± 2,3 juta jiwa

  2. Nelayan  Jumlah penduduk 3 juta jiwa dan yang belum memiliki rumah ± 300 ribu jiwa

  3. Peternak Jumlah penduduk 14 juta jiwa dan yang belum memiliki rumah ± 1,3 juta jiwa

  4. Petani Jumlah penduduk 28 juta jiwa dan yang belum memiliki rumah ± 2,7 juta jiwa

(Sumber: Data BPS diolah oleh Kemen PUPR)

 

Tantangan Rumah Tidak Layak Huni  Ketidakseimbangan antara supply dan demand lahan menyebabkan tingginya harga lahan.

Selain itu, kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah untuk tinggal di dekat tempat bekerja menyebabkan masyarakat tinggal di hunian tidak layak (57,70%) dimana sebagian diantaranya menempati permukiman kumuh atau ilegal.

Tantangan Pembangunan Penyediaan Rumah untuk Millenial meliputi Kebutuhan perumahan generasi Millenial (Jumlah Penduduk Millenial Tahun 2022 ±81 Juta Jiwa).

Pertumbuhan populasi generasi millenial mendorong meningkatnya kebutuhan akan perumahan yang layak huni, berkualitas dan terjangkau di masa mendatang.

 

Insentif pajak PPN DTP

Pemerintah Indonesia secara resmi memperkenalkan program paket insentif pajak inisiatif proaktif yang dirancang untuk meringankan dampak dari tekanan ekonomi akibat gangguan iklim.

Paket insentif pajak ini alih-alih bertujuan memitigasi dampak pelemahan ekonomi global dan fenomena El Nino, kebijakan itu justru diliputi aroma kepentingan politik menjelang pemilihan presiden 2024.

Kebijakan tersebut diperuntukkan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). berlaku mulai Rabu ini, 1 November 2023. Selama 14 bulan ke depan, pemerintah bakal menanggung pajak pertambahan nilai (PPN) atas pembelian rumah komersial baru seharga kurang dari Rp 2 Miliar.

Pemerintah juga akan memberikan bantuan dana biaya administrasi senilai Rp 4 juta kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang membeli rumah.

 

Bernilai 13,4 Triliun

Seluruh seluruh paket kebijakan mitigasi dampak pelemahan ekonomi dan El Nino tersebut memakan anggaran sedikitnya Rp. 13,4 Triliun. Angka ini di luar upaya percepatan realiasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang tahun ini targetnya ditingkatkan menjadi Rp. 297 Triliun.

Paket kebijakan diatas disiapkan pemerintah seakan tampak mulia. Instrumen fiskal digelontorkan untuk mencegah menopang konsumsi masyarakat. Tapi niat baik pemerintah pantas diragukan.

Pertanyaannya, mengapa paket insentif pajak baru digulirkan sekarang?. Padahal gejolak ekonomi global sebetulnya sudah bisa dirasakan jauh-jauh hari dan fenomena El Nino pada pertengahan Mei 2023 lalu, dan diteruskan Juni 2023 dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) cenderung melorot dengan indikasi kian merosotnya daya beli masyarakat.

Faktanya, harga bahan pangan naik dan penurunan produksi dalam negeri hingga seretnya importasi telah memicu kelangkaan pasokan dan kenaikan harga beras.

Lambannya respons pemerintah menangani berbagai permasalah tersebut pada akhirnya justru berpotensi menyebabkan kebijakan terbaru tak efektif dan tak optimal memitigasi dampak pelemahan ekonomi dan El Nino.

 

Mimpi DP Rumah Subsidi 1 Persen

Aturan tentang SBUM tertera dalam Peraturan Menteri PUPR No.35 Tahun 2021. Dalam Pasal 1 tertulis bahwa SBUM adalah subsidi pemerintah yang diberikan kepada MBR dalam pemenuhan sebagian atau seluruh DP rumah subsidi.

SBUM sendiri diperuntukkan bagi kredit rumah subsidi tapak dan rumah susun yang telah siap huni, belum siap huni, maupun melalui proses sewa. SBUM berkaitan dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP.

Dengan kata lain, MBR yang menjadi penerima FLPP juga bisa mengajukan SBUM. MBR dapat mengajukan SBUM bersamaan dengan KPR Bersubsidi (FLPP) sepanjang anggarannya masih tersedia, dengan melampirkan:

  • Surat permohonan SBUM
  • Surat pengakuan kekurangan bayar uang muka

Seperti namanya, DP atau uang muka rumah subsidi sendiri cukup terjangkau karena diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Pemerintah Indonesia telah menjalankan program bantuan pembiayaan KPR subsidi, antara lain lewat FLPP dan SBUM.

FLPP berfokus pada pembiayaan perumahan subsidi, sementara SBUM ditujukan untuk memenuhi pembayaran kredit rumah subsidi.

 

Omong kosong subsidi

DP rumah pada umumnya berkisar antara 10-20% dari harga rumah. Tentu saja, besaran DP rumah subsidi lebih rendah dibandingkan rumah non-subsidi, yakni bernilai sekitar 1-10% dari harga jual rumah.

Bahkan, uang muka rumah subsidi yang ditetapkan bisa saja hanya senilai 1%. Angka minimal DP rumah subsidi tersebut tertulis dalam Keputusan Menteri PUPR No.995/KPTS/M/202.

Merujuk pada aturan dari Kementerian PUPR tersebut, besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Rumah (SBUM) untuk tiap provinsi juga berbeda:

  • SBUM di Provinsi Papua dan Papua Barat adalah sebesar Rp.10 Juta.
  • SBUM di wilayah selain kedua provinsi tersebut sebesar Rp.4 Juta.

Lewat SBUM, cicilan perumahan subsidi pun semakin ringan. Dengan begitu MBR bisa memiliki hunian idaman dalam waktu yang lebih singkat.

 

3 jenis KPR Bersubsidi

Guna wujudkan program Sejuta Rumah, pemerintah menawarkan bantuan pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi.

1. FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan). Merupakan bantuan dan kemudahan perolehan rumah dari pemerintah berupa dana murah jangka panjang.

Subsidi KPR ini memberikan manfaat berupa suku bunga 5 persen tetap selama jangka waktu, uang muka ringan mulai dari 1 persen, cicilan KPR sampai 20 tahun.

Selain itu, terdapat manfaat juga berupa bebas Pajak Penghasilan Nilai (PPN), bebas premi asuransi, serta bisa memperoleh SBUM apabila masyarakat juga mengajukan.

2. SSB (Subsidi Selisih Bunga). Merupakan bantuan dan kemudahan perolehan rumah dari pemerintah berupa subsidi bunga kredit perumahan.

KPR Bersubsidi ini berupa kredit kepemilikan rumah yang diterbitkan oleh Bank Pelaksana secara konvensional yang mendapat pengurangan suku bunga.

Manfaat yang diperoleh dari SSB ialah suku bunga 5 persen per tahun (efektif atau anuitas) sepanjang masa pinjaman atau paling lama 20 tahun.

3. SBUM (Subsidi Bantuan Uang Muka). Merupakan bantuan dan kemudahan berupa subsidi pembiayaan perumahan, diberikan dalam rangka pemenuhan sebagian atau seluruh uang muka perolehan rumah.

Besaran bantuan yang didapatkan khusus Provinsi Papua dan Papua Barat sebesar Rp.10 Juta sementara untuk provinsi lainnya sebesar Rp.4 juta.

Jenis KPR yang dapat diberikan SBUM ialah FLPP untuk pemilikan rumah tapak. Namun masyarakat harus tetap mengajukan permohonan SBUM bersamaan dengan FLPP.

 

Solusi Permasalahan Kredit

Dari sekian banyak solusi permasalahan ini, yang menjadi salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan papan ini adalah dengan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Namun, kebanyakan awam belum tahu apa yang dimaksud dengan KPR secara mendalam. Banyak terjadi permasalahan perihal KPR ini.

Padahal, jumlah masyarakat Indonesia sangatlah banyak, tetapi hampir keseluruhan menjadi konsumen dan yang memahami perihal KPR secara mendalam hanyalah sedikit bahkan ada yang dianggap buta dengan hak-hak dan kewajiban konsumen yang harus dipenuhi.

Hukum Perlindungan Konsumen adalah asas atau pun kaidah yang didalamnya mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam bermasyarakat.

Hukum Konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk barang dan/atau jasa, antara penyedia dan penggunaan nya dalam kehidupan bermasyarakat.

 

Permasalahan hak konsumen dalam Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), yaitu:

 

1. Bunga sangat tinggi yang menguntungkan pihak bank;

Bunga yang digunakan oleh pihak bank biasanya ada 3 jenis. Diantaranya adalah bunga efektif, bunga tetap (flat rate) dan bunga anuitas (annuity rate). Biasanya bunga efektif merupakan bunga yang paling banyak menguntungkan nasabah.

Mengapa bisa begitu?.

Karena cara perhitungan bunga yang mana dihitung dari cicilan pokok yang tersisa. Berbeda dengan nasabah yang memilih model bunga tetap, besaran bunga tidak berubah sampai pengurangan utang pokok hingga pelunasan terakhir. Bunga anuitas seringnya berubah-ubah mengacu pada bunga Bank Indonesia (BI rate) ditambah dengan besaran yang telah ditentukan oleh bank. Bank menentukan jumlah yang disesuaikan dengan keuntungan yang diharapkan bank.

Sangat sedikit yang memberikan fasilitas bunga efektif untuk KPR dari pihak bank. Yang ada saat ini biasanya bunga KPR yang di kombinasikan antara flat rate dan floating rate. Sebuah hal yang sangat wajar dilakukan, karena dari dulu sampai saat ini tanah merupakan investasi yang nilainya tidak akan pernah turun. Biasanya bank memberikan penawaran flat rate beberapa tahun dalam satu periode. Konsumen sangat dituntut untuk mempertimbangkan dengan baik dan memutuskan untuk mengambil keputusan yang tepat dan cerdas agar tetap bisa mempertahankan flat rate sesuai perencanaan debitur. Debitur juga bisa take over KPR ke bank lain, apabila dirasa bunga yang dibebankan pihak bank terlalu besar. Memang pengalihan seperti ini sedikit merepotkan, tetapi keuntungan yang bisa didapatkan oleh debitur akan sepadan.

 

2. Sertifikat rumah yang belum diserahkan kepada konsumen setelah kredit tuntas

Permasalahan ini terjadi karena developer yang mangkrak mengakibatkan konsumen terlambat mendapatkan sertifikat. Menurut Ombudsman Republik Indonesia, banyak masyarakat yang sudah menuntaskan kewajiban cicilan rumah mereka tetapi Sertifikat Hak Milik (SHM) rumah tidak kunjung diberikan.

Yeka Hendra Fatika selaku anggota Ombudsman mengatakan kurang lebih 600 kasus rumah KPR yang sudah lunas cicilan nya tetapi tidak kunjung diberikan sertifikat.

Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, keterlambatan penyerahan rumah atau pun sertifikat ini telah melanggar Pasal 16 dimana pelaku usaha pada saat menawarkan barang dan/atau jasa dilarang untuk tidak menepati pesanan (wanprestasi) dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian yang tidak sesuai dengan perjanjian.

3. Kerusakan yang ditemukan setelah serah terima rumah KPR

Biasanya pada transaksi awal diadakan perjanjian yang disebut dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Ketika dilaksanakan PPJB maka konsumen perlu memperhatikan klausula baku pada saat transaksi.

Banyaknya kasus yang sering terjadi adalah developer tidak berusaha untuk menjelaskan klausula baku secara detail kepada konsumen. Akibatnya, konsumen tidak memahami isi klausula yang sudah disepakati oleh kedua pihak.

Ketika ditemukan kerusakan pada rumah konsumen KPR, kurangnya tanggung jawab developer terhadap kerusakan rumah konsumen tersebut.

Sebagaimana tercantum di dalam UU Perlindungan Konsumen dalam Pasal 18 memberikan larangan mengenai pencantuman klausula baku di setiap dokumen dan/atau penyampaiannya bertujuan untuk merugikan pihak konsumen.

Bahkan pada ayat (3) dijelaskan bahwa apabila pelaku usaha menetapkan klausula baku pada dokumen perjanjian dan tidak memenuhi syarat ketentuan yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) maka menjadi batal demi hukum.

 

Hak dan kewajiban konsumen, pengembang dan bank

1. Konsumen mempunyai kewajiban untuk membayar kredit mengikuti syarat dan ketentuan.

Untuk metode pembayaran dilakukan sesuai dengan klausula baku yang ada dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).

Apabila konsumen melakukan keterlambatan untuk menunaikan kewajiban nya, maka akan diberikan sanksi berupa denda ataupun teguran.

Jika konsumen tidak bisa melunasi hutangnya maka perjanjian yang sudah terjadi secara otomatis menjadi batal.

Uang yang telah masuk dan sudah dibayarkan terkena potongan sebagai ganti rugi bagi pihak pengembang. Perihal ini sudah tercantum didalam Pasal 4 UUPK tentang Hak Konsumen

2. Pengembang (Developer) berkewajiban untuk memberikan barang yang telah dilunasi oleh konsumen dan memberikan jaminan kepada konsumen bahwa konsumen memiliki hak garansi atas barang-barang yang telah dibelinya dengan tenang serta pelaku usaha akan bertanggung jawab jika ditemukan cacat yang tersembunyi.

Hak Pengembang (Developer) adalah menerima pembayaran dan boleh mengalihkan perjanjian kepada pihak lain atau pihak ketiga (bank) dalam perihal urusan pembayaran. Sebagaimana tercantum pada Pasal 6 UUPK yang membahas hak-hak pelaku usaha;

3. Bank berkewajiban melayani nasabah yang mengajukan pembiayaan kredit, tentu dengan porsi yang sesuai dengan permohonan nasabah.

Nasabah berkewajiban memberikan data dan informasi selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya mengenai kondisi keuangan nasabah, karena itu merupakan hak pihak bank terhadap nasabah yang mengajukan pembiayaan kredit. Selain itu, bank juga berhak menerima pembayaran angsuran dan tambahan bunga serta denda jaminan.

 

Penyelesaian Sengketa Konsumen

Selain menggugat kepada lembaga tempat penyelesaian sengketa, konsumen bisa melakukan gugatan melalui peradilan setempat yang berada di wilayah peradilan umum.

Kasus persengketaan ini dapat diselesaikan melalui lingkup peradilan maupun luar peradilan disesuaikan dengan kesepakatan kedua belah pihak secara sukarela.

Dijelaskan pula bahwa sanksi yang akan dikenakan tidak hanya berupa sanksi perdata saja, tetapi sanksi pidana pun bisa menjeratnya.

Sesuai dengan perbuatan yang dilakukan maka pertanggungjawaban nya pun harus ditunaikan. Sebagaimana pernyataan yang sudah dijelaskan di dalam UUPK pada pasal 45 ayat 1-4.

Jika konsumen terjerat kasus sengketa dengan pelaku usaha, maka terdapat dua cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan persengketaan tersebut, yaitu :

1. Melalui jalur damai. Yaitu cara menyelesaikan sengketa di antara dua belah pihak yaitu (konsumen dan pelaku usaha) diluar pengadilan maupun lembaga terkait seperti BPSK. Perlu diperhatikan juga bahwa penyelesaian melalui jalur damai ini tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berlaku.

2. Menyelesaikan persengketaan melalui lembaga tertentu. Konsumen dan pelaku usaha yang sedang bersengketa dan sudah berusaha untuk menyelesaikan dengan menggunakan jalur damai, tetapi tidak terselesaikan sesuai harapan, maka yang harus dilakukan oleh kedua pihak dengan merujuk kepada Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 45 ayat (1) yang berbunyi setiap konsumen yang merasakan kerugian bisa menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

 

Siapa saja yang berhak menggugat ?

  1. Terdapat pada Pasal 46 UUPK pada Pasal 23 UUPK juga disebutkan diperbolehkannya konsumen menggugat pelaku usaha yang tidak memperdulikan keluhan konsumen.
  2. Lembaga yang bisa menggugat pelaku diantaranya melalui peradilan umum atau BPSK, selain keduanya, penyelesaian yang lain yang juga bisa dilakukan di Peradilan Tata Usaha Negara (TUN).
  3. Peradilan TUN adalah peradilan yang menangani persengketaan dan penyelesaian terhadap masalah pelanggaran konsumen yang dilakukan oleh pelaku penyelenggara pemerintah.

 

Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan suaradesaku.net Anda telah berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan terpercaya.
Sejak awal, Suaradesaku berkomitmen pada jurnalisme warga yang independen, berpihak pada kepentingan orang banyak dan berpihak pada kepentingan rakyat. Demi Publik, untuk Republik

 

Konten ini bisa berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu

 

Suaradesaku Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

 

Sebuah upaya menggelorakan semangat menuju cita-cita Indonesia yang lebih baik.

Banyak yang Indonesia punya, banyak pula yang Indonesia perbuat. Semua harus disampaikan dan perlu disebarkan. Agar kita tahu dan mau berbuat lebih banyak untuk Indonesia. Menjadi lebih baik, terpandang di mata dunia

Jika berhasil tidak dipuji,
Jika gagal dicaci maki.
Jika hilang tak akan dicari,
Jika mati tak ada yang mengakui

 

Ingin Berkontribusi?

Masuk menggunakan akun microsite anda, apabila belum terdaftar silakan klik tombol di bawah.

 

“Undang-Undang Dasar Tahun 1945 PASAL 28 Huruf “F” Dijelaskan Bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi Dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi Dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelolah Dan menyampaikan informasi Dengan menggunakan Segala Jenis Saluran yang tersedia.

“Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1999 BAB II PASAL 3 Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat
“(1)Dalam hal masyarakat bermaksud mencari atau memperoleh informasi tentang penyelenggaraan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, maka yang berkepentingan berhak menanyakan kepada atau memperoleh dan instansi atau lembaga yang terkait.
“(2) Hak untuk mencari atau memperoleh informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang PERS BAB 1 Pasal 1 angka 1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia.

Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang PERS “BAB ll (PASAL 2) “Kemerdekaan Pers adalah salah satu wujud kedaulatan Rakyat yang berarsas kan prinsip-prinsip Demokrasi, keadilan, Dan Supremasi Hukum.

Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang PERS BAB ll (PASAL 3 Angka 1) “PERS nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang PERS BAB II PASAL 4. Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban Dan Peranan PERS “(1).Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
“(2).Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
“(3).Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
“(4).Dalam mempertanggung jawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

 

Suaradesaku

Kanal Data dan Berita Suaradesaku Mencerahkan

Sebuah media Suaradesaku yang mempromosikan penyajian dan pembahasan topik-topik terkini  yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya pembahasan topik-topik yang kaku dan konservatif

Suaradesaku tidak memberikan saran atau panduan untuk melakukan menyimpang atau melakukan tindakan ilegal lainnya. Suaradesaku dirancang untuk memberikan informasi dan solusi yang berguna dan etis. Suaradesaku mendukung praktik yang sesuai dengan hukum dan etika dalam pengumpulan, pengolahan, dan penggunaan data.

Jika Anda memiliki kekhawatiran tentang penyimpangan atau pelanggaran hukum lainnya yang tersuguh dalam pemberian informasi Suaradesaku, Anda harus berkonsultasi dengan ahli hukum atau lembaga bantuan hukum hukum yang berwenang untuk mendapatkan saran yang tepat dan sesuai dengan hukum dan etika.

 

Independensi adalah Ruh Suaradesaku. Sejak berdiri pada 4 November 2002, kami menjunjung tinggi jurnalisme yang tidak berpihak pada kepentingan politik mana pun. Dalam setiap pemberitaan (cetak maupun online).

Redaksi Suaradesaku selalu berikhtiar mencari kebenaran meski di tempat-tempat yang tak disukai.Karena itu, kami konsisten memilih pendekatan jurnalisme investigasi.

Hanya dengan metode penyelidikan yang gigih dan sistematis, kami berharap bisa melayani publik dengan informasi yang benar mengenai skandal maupun pelanggaran terstruktur yang merugikan khalayak ramai.

Tentu kami tak akan bisa menjalani misi ini tanpa Anda. Dukungan Anda sebagai pelanggan Suaradesaku akan membuat kami lebih independen dan lebih mampu membiayai berbagai liputan investigasi mengenai berbagai topik yang relevan untuk Anda.

Kami yakin, dengan bekal informasi yang berkualitas mengenai isu-isu penting di sekitar kita, Anda bisa mengambil keputusan dengan lebih baik, untuk pribadi, lingkungan maupun bisnis Anda.

Para Researcher Indonesia Bebas Masalah yang tergabung dalam Judicial Research Society tidak bekerja, menjadi konsultan, memiliki saham atau menerima dana dari perusahaan atau organisasi mana pun yang akan mengambil untung dari artikel ini dan telah mengungkapkan bahwa dirinya tidak memiliki afiliasi diluar afiliasi akademis maupun diluar tempat bekerja yang telah disebut di atas.

 

103510cookie-checkLPK Ilham Nusantara: Subsidi Setengah Hati (Terulang Meski Ganti …..)

Leave a Reply

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.