January 18, 2025 Login Daftar

Suaradesaku.net

Situs Informasi Terbaru & Terakurat

Menghapus Uang Pensiun DPR RI untuk Perangkat Desa

6 min read

Presiden Joko Widodo (tengah) berdialog dengan perangkat desa dalam acara Rakornas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa 2019 di Jakarta, Rabu (20/2/2019). Presiden memerintahkan agar dana desa digunakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk di desa

Aparat desa patut berbahagia. Pasalnya, mereka bakal mendapatkan dana tunjangan purna tugas, atau sering disebut dana pensiun. Ini setelah BPJS Ketengakerjaan menjamin hal itu

 

Oleh Imam S Ahmad Bashori Al-Muhajir
Team Reportase Mafia Desa

 

Suaradesaku.net: Pemerintah berencana untuk mengubah skema penyaluran dana pensiun PNS. Sejumlah kalangan menilai, satu hal yang pertama harus dilakukan pemerintah dalam mengubah skema pensiunan PNS adalah dengan menghapus pensiunan untuk para politikus di DPR dan MPR.

Mereka yang setuju agar pemerintah menghapus jatah pensiunan para anggota DPR dan MPR di antaranya adalah Menteri Kelautan dan Perikanan (periode 2014-2019) Susi Pudjiastuti, Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (periode 2005-2010) Muhammad Said Didu, hingga Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad.

Susi menyampaikan dukungannya melalui akun Twitter pribadinya @susipudjiastuti pada dengan mengutip artikel berita nasional berjudul ‘Saatnya Jatah Pensiun Wakil Rakyat’. “Yessss.. support Ibu SMI (Sri Mulyani Indrawati) 100%”, tulisnya. (Kamis,1/9/2022).

Susi belumnya juga menyatakan dukungannya agar para menteri ataupun mantan menteri tidak perlu diberi pensiun. Hal ini disampaikan lewat akun Twitternya yang ditulis sebelumnya. (Sabtu,27/8/2022).

“Saya setuju seperti kami menteri juga tidak perlu diberi pensiun (baru cek hari ini ada rekening di Mandiri Taspen”, tulis Susi.

Senada juga disampaikan oleh Muhammad Said Didu melalui akun twitternya @msaid_didu. Dia menilai pensiunan yang diterima Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan wakil rakyat tidak adil.

Gambaran ketidakadilan itu dia sampaikan dengan mengilustrasikan asumsi masa kehidupan di dunia, baik PNS dan wakil rakyat pada umur 70 tahun.

“ASN masuk umur 25 tahun, pensiun umur 60 tahun, 35 tahun bayar iuran, menerima pensiun hanya 10 tahun. DPR masuk umur 35 tahun, kerja 5 tahun (pensiun umur 40 tahun), hanya 5 tahun bayar iuran tapi terima pensiun selama 30 tahun”, tulis Said, lewat akun twitternya. (Jumat,2/9/2022).

Direktur Indef Tauhid Ahmad juge menyampaikan pandangan serupa. Tauhid menjelaskan, yang perlu direformasi dari skema pensiunan PNS adalah terkait birokrasi, salah satunya dengan mengurangi jumlah PNS.

Dengan mengurangi jumlah PNS, maka keuangan negara tidak lagi terbebani dengan membayar pensiunan yang lebih besar. “Sebisa mungkin harus dilakukan moratorium dan tidak ada tambahan Kementerian/Lembaga yang punya dampak,” jelas Tauhid. (Jumat,2/9/2022).

Untuk pensiunan para wakil rakyat, Tauhid sepakat agar mereka tidak diberi jatah pensiunan. Pemerintah bisa mengganti skema pensiunan wakil rakyat dengan hanya memberikan penghargaan di akhir jabatan saja.

“Sudah selesai masa kerjanya, hak dia yang dipotong (untuk pensiunan) dari gajinya, ditaruh di akhir. Karena kalau diberikan pensiunan harus berkepanjangan. Diubah saja menjadi penghargaan di akhir masa jabatannya”, jelas Tauhid.

Seperti diketahui, pemberian pensiunan MPR, DPR, serta lembaga tinggi negara diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tinggi/Tinggi Negara dan bekas anggota Lembaga Tinggi Negara.

Dalam bab IB beleid UU 12/1980 dijelaskan, pimpinan dan anggota lembaga tinggi negara yang berhak menerima dana pensiunan adalah yang berhenti dengan hormat dari jabatannya.

Pembayaran pensiun diberikan kepada MPR dan DPR secara penuh jika masih sehat. Jika meninggal maka pemberian dana pensiunnya dihentikan. Kecuali yang bersangkutan masih memiliki suami/istri, maka akan tetap diberikan dana pensiun. Namun, nilainya berkurang dari saat penerima masih hidup.

Adapun, pembayaran pensiun janda/duda akan dihentikan apabila penerima pensiun ini meninggal dunia atau kawin lagi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengungkapkan dana pensiun aparatur sipil negara atau ASN telah membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Karena pemerintah harus menanggung belanja pensiun seluruh PNS, baik dari PNS di pusat, TNI, Polri, hingga PNS di daerah.

Kementerian Keuangan mencatat, beban negara akibat skema pensiunan PNS, TNI hingga Polri nilainya mencapai Rp. 2.800 Triliun.

Lebih lanjut Sri Mulyani bilang Oleh karena itu, , saat ini pemerintah tengah mengkaji untuk mengubah skema pensiun PNS dan TNI/Polri. Skema yang berlaku saat ini adalah pemerintah dan ASN harus membayar iuran sebesar 4,75% dari gaji pekerja terkait.

“ASN, TNI, Polri memang mengumpulkan dana pensiun di PT Taspen (Persero) dan di PT Asabri (Persero). Tetapi untuk pensiunnya mereka (pekerja) enggak pernah membayarkan, yang membayarkan APBN penuh”, ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR tahun lalu. (Rabu,24/8/2022).

 

Siltap saat ini

Dengan pertimbangan untuk meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pemerintah memandang perlu memperhatikan kesejahteraan Kepala Desa (Kades), Sekretaris Desa (Sekdes), dan Perangkat Desa lainnya melalui penyesuaian penghasilan tetap Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan perangkat Desa lainnya.

Atas pertimbangan tersebut, pemerintah memandang perlu mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dengan pertimbangan tersebut, pada 28 Februari 2019, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dalam PP ini, pemerintah mengubah Pasal 81 menjadi sebagai berikut:

1.Penghasilan tetap diberikan kepada Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya dianggarkan dalam APBDesa yang bersumber dari ADD (Anggaran Dana Desa).

2. Bupati/Wali kota menetapkan besaran penghasilan tetap Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya, dengan ketentuan:

a. besaran penghasilan tetap Kepala Desa paling sedikit Rp2.426.640,00 setara 120% dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a;
b. besaran penghasilan tetap Sekretaris Desa paling sedikit Rp2.224.420,00 setara 110% dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a; dan
c. besaran penghasilan tetap Perangkat desa lainnya paling sedikit Rp2.022.200,00 setara 100% dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a.

“Dalam hal ADD tidak mencukupi untuk mendanai penghasilan tetap minimal Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud dapat dipenuhi dari sumber lain dalam APBDesa selain Dana Desa”, bunyi Pasal 81 ayat (3) PP ini.

Menurut Pasal 81A PP ini, penghasilan tetap Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya diberikan sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku. Dalam hal Desa belum dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud, maka pembayaran penghasilan tetap Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya diberikan terhitung mulai bulan Januari 2020.

Terkait perubahan Pasal 81 itu, maka Pasal 100 PP tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diubah menjadi:

1. Belanja Desa yang ditetapkan dalam APBDesa digunakan dengan ketentuan:

a. paling sedikit 70% dari jumlah anggaran belanja desa untuk mendanai:

1. Penyelenggaraan pemerintahan desa termasuk belanja operasional pemerintahan desa, dan insentif Rukun Tetangga dan Rukun Warga;
2. Pelaksanaan pembangunan desa;
3. Pembinaan kemasyarakatan desa; dan
4. Pemberdayaan masyarakat desa.

b. paling banyak 30% dari jumlah anggaran belanja desa untuk mendanai:

1. Penghasilan tetap dan tunjangan Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya; dan
2. Tunjangan operasional Badan Permusyawaratan Desa.

2. Penghasilan belanja desa sebagaimana dimaksud di luar pendapatan yang bersumber dari hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain.

PP ini menegaskan, hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain dapat digunakan untuk tambahan tunjangan Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya selain penghasilan tetap dan tunjangan Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan di atas (Pasal 81).

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan”, bunyi Pasal II Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 28 Februari 2019.

 

Pensiun perangkat desa di Kabupaten

Aparat desa di Kabupaten Tuban patut berbahagia. Pasalnya, mereka bakal mendapatkan dana tunjangan purna tugas, atau sering disebut dana pensiun. Ini setelah BPJS Ketengakerjaan menjamin hal itu.

Kepala BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Tuban Wahyu Hutomo saat ditemui usai acara penyerahan secara simbolis kartu BPJS Ketanagakerjaan (Naker) di Pendopo Krido Manunggal Tuban, Kamis (16/02) mengatakan, jaminan kesehatan ketenagakerjaan tersebut masuk dalam tunjangan purna tugas.

“Ini merupakan salah satu program pemerintah yang mewajibkan seluruh perangkat desa mengikuti program Jaminan Kesehatan Ketenagakerjaan atau BPJS Ketenagakerjaan”, tutur Wahyu.

Menurut Wahyu, perangkat desa akan mendapatkan program jaminan berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.

Dana iuran program BPJS Naker, ujarnya, akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), dengan iuran sebesar Rp.178. 240. Hal tersebut diatur sesuai Peraturan Bupati nomor. 2 tahun 2016 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Sementara itu, Ihsan, Perangkat Desa dari Karanglo Kecamatan Kerek mengatakan, program tersebut sangat disambut baik oleh para Perangkat Desa.

Ihsan menjelaskan, setiap desa telah mendapatkan surat edaran dari Sekretariat Daerah, berupa kewajiban perangkat desa untuk mengikuti program jaminan kesehatan ketenagakerjaan atau BPJS Ketenagakerjaan.

Surat edaran tersebut digunakan sebagai regulasi untuk menyusun anggaran tunjangan purna bakti bagi kepala desa dan perangkat desa, yang dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

Sementara itu, Kustur Perangkat Desa dari Sidonganti, Kecamatan Kerek mengatakan, program jaminan kesehatan ketenagakerjaan atau BPJS Ketenagakerjaan melalui anggaran jaminan purna tugas sangat bermanfaat bagi masa depan.

“Jadi, tidak hanya ASN yang mendapatkan pensiun, tetapi perangkat desa pun juga akan mendapatkan hal serupa”, tandasnya.

30050cookie-checkMenghapus Uang Pensiun DPR RI untuk Perangkat Desa

Leave a Reply

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.