Langkah untuk Kurangi Lonjakan Angka Kemiskinan
4 min readDampaknya potensi pertambahan jumlah penduduk miskin di pedesaan akan lebih besar dibanding prediksi di atas. Artinya, beban pemerintah untuk mengatasi persoalan kemiskinan, baik melalui subsidi, bantuan sosial dan lainnya, menjadi semakin besar
ANJLOKNYA pertumbuhan ekonomi serta penerapan berbagai kebijakan top down ditambah riuhnya dialektika menjelang tahun politik 2024 telah berpotensi dalam sumbangsih meningkatkan kemiskinan secara masif.
Direktur penelitian Ilham Nusantara Gresik Lamongan, Ainur Rofiq mengatakan (9/1/2023), masyarakat golongan rentan dan hampir miskin ini umumnya bekerja di sektor informal dan banyak yang sangat bergantung pada bantuan-bantuan pemerintah.
Persebaran Covid-19 pada tahun lalu dan kenaikan BBM tahun ini, menurut Ainur Rofiq, yang saat ini terpusat di wilayah perkotaan menyebabkan potensi peningkatan kemiskinan lebih besar terjadi di perkotaan.
“Dampaknya, potensi pertambahan jumlah penduduk miskin di pedesaan akan lebih besar dibanding prediksi di atas. Artinya, beban pemerintah untuk mengatasi persoalan kemiskinan, baik melalui subsidi, bantuan sosial dan lainnya, menjadi semakin besar”, kata Ainur Rofiq. (Selasa,9/1/2023).
Hasil Penelitian Ilham Nusantara Gresik Lamongan, merumuskan lima rekomendasi penanggulangan kemiskinan pasca pandemi dan kenaikan BBM yakni, dengan menekankan pentingnya meletakkan prioritas kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah saat ini pada menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat terutama yang berada di sekitar garis kemiskinan.
Adapun lima langkah untuk menganggulangi kemiskinan yang bisa dilakukan meliputi :
1. Update Data Penduduk Target penerima Program Keluarga Harapan (PKH) yang dianggarkan pemerintah selama pandemi adalah 10 juta keluarga dengan alokasi anggaran Rp. 37,4 triliun atau Rp. 3,7 juta per tahun.
“Di samping terus memperbaharui data penduduk miskin dan rentan miskin yang layak mendapatkan bantuan sosial, pemerintah perlu meningkatkan anggaran Bantuan Sosial dan memperluas jumlah penerima bantuan kepada penduduk yang jatuh miskin akibat Covid-19″, kata Rofiq.
2. Integrasi Penyaluran Bansos Di banyak tempat, berbagai bentuk Bantuan Sosial yang berbeda-beda jenis dan jumlahnya telah menimbulkan ketegangan sosial di sejumlah daerah.
Hal ini diperparah dengan basis data Bantuan Sosial, khususnya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yang digunakan oleh pemerintah daerah yang belum mencakup masyarakat yang sebelumnya tidak terdata namun kondisi ekonominya memburuk selama pasca pandemi dan kenaikan harga BBM.
Salah satu alternatif yang dapat ditempuh pemerintah adalah menggandeng bank-bank pemerintah untuk melakukan transfer Bantuan Sosial secara langsung melalui rekening khusus untuk setiap penerima bantuan.
“Selain penyalurannya lebih efisien, penerima bantuan tidak tumpang tindih. Di samping itu, potensi berkurangnya jumlah bantuan dapat dihindari”, ungkapnya.
3. Subsidi Administered Prices Mengurangi beban pengeluaran masyarakat khususnya masyarakat miskin dan hampir miskin, terutama dengan menurunkan biaya-biaya yang dikontrol pemerintah (administered prices). Di antaranya:
a. Menurunkan harga BBM yang menjadi salah satu komponen terbesar pengeluaran penduduk miskin (5 persen untuk penduduk miskin di kota dan 4 persen untuk penduduk miskin di desa).
Meskipun penurunan mobilitas orang saat ini berdampak pada berkurangnya penggunaan BBM, BBM tetap berperan besar dalam mobilitas barang (logistik) yang tetap sangat krusial perannya selama pasca wabah.
“Harga tersebut berpotensi lebih rendah jika Kementerian ESDM menurunkan biaya konstanta (alpha pengadaan, penyimpanan, dan distribusi) dan margin perusahaan penyalur BBM”, tegasnya.
b. Menambah jumlah rumah tangga penerima diskon pemotongan tarif listrik sehingga mencakup minimal seluruh pelanggan 900 VA.
Saat ini, selain golongan R1/450VA (beberapa tahun yang lalu 24 juta pelanggan) yang mendapatkan listrik gratis selama tiga bulan, golongan rumah tangga R1/900VA yang mendapat pemotongan 50 persen hanya sebanyak 7,2 juta pelanggan dari total 22,1 juta.
c. Menurunkan harga LPG tiga kilogram yang kebanyakan dikonsumsi oleh masyarakat menengah bawah.
Ini juga sejalan dengan harga propane dan butane yang menjadi bahan baku utama LPG yang turun tajam.
Harga propane Aramco, yang menjadi acuan perhitungan harga subsidi LPG, turun dari 430 dollar AS per ton pada bulan Maret menjadi 230 dollar AS per ton pada April 2020. Sementara itu, harga butane turun dari 480 dollar AS per ton menjadi 240 dollar AS per ton pada periode yang sama.
Oleh sebab itu, seiring dengan potensi penurunan realisasi anggaran subsidi LPG tiga kilogram (Rp. 50,6 triliun) tahun ini, pemerintah memiliki cukup ruang untuk menurunkan harga bahan bakar itu di kisaran Rp 1.000 sampai Rp 2.000 per kg.
“Penurunan tersebut akan memberikan efek yang cukup besar untuk mengurangi biaya hidup masyarakat, khususnya yang terdampak kenaikan BBM”, ungkapnya,
d. Memberikan diskon atau menggratiskan tarif air untuk rumah tangga
Banyak negara-negara berkembang telah mengadopsi kebijakan ini, seperti Malaysia dan Thailand. Oleh karena pengelolaan air bersih berada dalam kendali Pemerintah Daerah, maka Rofuq mengimbau, sudah saatnya mereka ikut serta menanggung sebagian beban masyarakat dengan memberikan diskon atau menggratiskan tarif air bersih di daerah mereka.
4. Insentif di budang Pertanian, Peternakan dan Perikanan
Meningkatkan insentif bagi petani, peternak, dan nelayan melalui skema pembelian produk oleh pemerintah dan perbaikan jalur logistik hasil pertanian, peternakan, dan perikanan perlu dilakukan mengingat sektor tersebut terus berproduksi dan menghadapi minimnya serapan pasar.
Jika insentif di sektor ini tidak segera dan secara khusus diberikan, maka mereka berpotensi menambah jumlah penduduk kemiskinan.
Sektor pertanian saat ini masih menjadi penyerap tenaga kerja terbanyak hingga 34,58 juta orang atau 27,3 persen tenaga kerja nasional per Agustus 2019.
“Kebijakan tersebut juga akan membantu pemerintah mengamankan ketersediaan stok pangan nasional khususnya selama berlangsungnya masa pandemi,” ujar dia.
5. Pengelolaan APBN Secara Cermat
Meningkatnya intervensi pemerintah untuk mengatasi kenaikan BBM tentunya berdampak pada peningkatan anggaran belanja pemerintah.
Meskipun terdapat ruang untuk memperlebar defisit, pemerintah dapat mengoptimalkan realokasi anggaran yang telah disusun dan menerapkan beberapa kebijakan alternatif, meliputi:
a. Melakukan realokasi sebagian anggaran belanja modal dan belanja barang APBN, dan melakukan pembagian beban (burden sharing) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan mengalihkan sebagian anggaran Transfer Ke Daerah dan Dana Desa, untuk dialokasikan menjadi anggaran Bantuan Sosial.
Pemerintah juga perlu melakukan renegosiasi pembayaran utang luar negeri kepada kreditur asing baik lembaga ataupun negara.
b. Melakukan realokasi pemulihan anggaran penanganan Covid-19 senilai Rp 150 triliun (dari total pembiayaan Rp. 405 triliun) yang semula diperuntukkan untuk mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional, untuk kegiatan anggaran social safety-net dan peningkatan anggaran.
c. Melakukan realokasi anggaran program Kartu Prakerja yang digunakan untuk membayar program pelatihan senilai Rp. 5,63 triliun, yang tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini, khususnya angkatan kerja yang menganggur akibat PHK.
“Dengan demikian, dana tersebut dapat dialokasikan untuk memberikan bantuan sosial yang lebih dibutuhkan penduduk miskin dah hampir miskin, khususnya dalam bentuk penyediaan kebutuhan pokok”, tutupnya.