Penghapusan Kemiskinan Ekstrem: Penghamburan baru atau Pengentasan ?
7 min readKonsepsi yang dilakukan Kemensos tahun 2022 pada pemberdayaan, yakni meningkatkan akses permodalan untuk KPM dan pengembangan keterampilan. Selain itu, intervensi yang dilakukan yakni mengintegrasikan program bansos dengan program lainnya seperti Pena (Pahlawan Ekonomi Nusantara), Prokus (Program Kewirausahaan Sosial)
Oleh Imam S Ahmad Bashori Al-Muhajir
Team Reportase Pengentasan Kemiskinan
Suaradesaku.net: Penghapusan kemiskinan ekstrem telah menjadi fokus pemerintah sebagai amanat dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) dan arahan Presiden pada Rapat Terbatas tanggal 4 Maret 2020 menginstruksikan kemiskinan ekstrem diturunkan menjadi 0% pada tahun 2024.
Kilas balik
menghadapi tantangan yang tidak ringan. “Dua isu strategis yang menjadi tantangan pada level mikro adalah akurasi data dan sinergi antar program yang melibatkan kementerian/lembaga dan dunia usaha,” katanya.
Deputi Kebijakan Pembangunan BRIN, Mego Pinandito menjelaskan, Bincang Pembangunan bertujuan menggali isu-isu terkini dari perspektif yang beragam (pemerintah dan nonpemerintah). Isu kali ini terkait dengan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Selain itu, agenda kali ini juga untuk mendorong percepatan pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menuju data yang akurat dan valid, sebagai fondasi utama penghapusan kemiskinan ekstrem.
“Kami berharap BRIN dapat membangun komitmen bersama antar pemangku kepentingan terkait pengintegrasian program-program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Sehingga dapat membantu pemerintah untuk mewujudkan pencapaian percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem 2024”, tutupnya.
Tantangan dalam percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem diantaranya:
- rendahnya akurasi basis data kelompok miskin dan rentan;
- keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) penyelenggara di tingkat daerah;
- belum meratanya kelembagaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) yang kuat di daerah;
- standar layanan dan prosedur yang belum optimal; serta
- fragmentasi pelaksanaan program lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
3 strategi
Upaya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem memerlukan upaya multidimensi dan kolaboratif lintas sektor di tingkat pusat dan daerah.
Tiga strategi utama yang diusung:
menurunkan beban pengeluaran,
meningkatkan pendapatan,
meminimalkan wilayah kantong kemiskinan.
Intervensi berfokus pada perbaikan akurasi penyaluran dan konvergensi program lintas sektor.
Untuk mendorong konvergensi program dan anggaran dalam pencapaian target penghapusan kemiskinan ekstrem 0% pada tahun 2024, telah ditentukan wilayah prioritas hingga tingkat desa/kelurahan (rincian terlampir) dengan tahapan sebagai berikut:
Tahap 1 tahun 2021 di lokus 35 kabupaten/kota.
Tahap 2 tahun 2022, 250 kabupaten/kota prioritas perluasan (termasuk di dalamnya 35 kabupaten/kota prioritas tahun 2021).
Tahap 3 tahun 2023-2024 untuk perluasan secara bertahap di 514 kabupaten/kota.
Percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem adalah untuk memberikan pedoman bagi Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah menyusun dan melaksanakan kebijakan kolaboratif, integratif dan spasial dalam mencapai kemiskinan ekstrem “0%” pada tahun 2024.
Cara departemen: infrastruktur dulu
Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) di 10.000 lokasi serta Operasional dan Pemeliharaan (OP) infrastruktur SDA dengan target menyerap 350.000 tenaga kerja. Bidang jalan dan jembatan dengan anggaran Rp.4,50 triliun untuk pekerjaan preservasi jalan, preservasi jembatan, dan revitalisasi drainase yang menyerap 55.000 tenaga kerja.
PKT bidang permukiman senilai Rp.2,11 triliun dengan target menyerap 60.000 tenaga kerja untuk pekerjaan Pamsimas di 1.810 desa, Sanimas 1.156 lokasi, PISEW 453 kecamatan, Sanitasi Ponpes – Lembaga Pendidikan Keagamaan (LPK) 1.381 unit, Tempat Pembuangan Sampah Reduce, Reuse, dan Recycle (TPS3R) 106 lokasi, dan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) 303 kelurahan. Selanjutnya program penyediaan perumahan melalui BSPS dialokasikan anggaran sebesar Rp.2,29 triliun dengan target menyerap 206.000 tenaga kerja.
Program penanganan kemiskinan ekstrem diamanatkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PKE). Dalam mendukung program tersebut, Kementerian PUPR mendapat tugas untuk melakukan evaluasi, pengkajian, dan penyempurnaan kebijakan, program, dan anggaran bidang PUPR; menyiapkan ketersediaan air bersih, sanitasi, dan penataan lingkungan; memberikan bantuan perbaikan rumah dan/atau pembangunan rumah baru serta relokasi permukiman bagi keluarga miskin ekstrem.
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR Rachman Arief Dienaputra yang juga selaku Koordinator Program Penanganan Kemiskinan Ekstrem dan Stunting Kementerian PUPR mengatakan penanganan kemiskinan ekstrem dapat dilakukan melalui kolaborasi pembiayaan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN maupun pihak swasta sehingga penanganannya dapat terintegrasi. Pasca Penanganan infrastruktur terintegrasi diharapkan dapat diikuti dengan pemberian bantuan dari K/L terkait seperti bantuan sosial (bansos), pendidikan, pelatihan, jaringan internet, bantuan usaha dan bantuan lainnya.
Keaktifan TKPK
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyampaikan keaktifan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) provinsi dan kabupaten/kota menjadi kunci percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
“TKPK menjadi kunci penting dalam penghapusan kemiskinan ekstrem karena TKPK melibatkan lintas organisasi, perangkat daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota serta juga melibatkan pihak swasta dan kalangan akademisi,” ujar Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Teguh Setyabudi di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem terjadi karena multidimensi, dengan demikian membutuhkan penanganan lintas sektor.
“Bagi provinsi yang sudah membentuk TKPK harus mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi serta perannya dalam percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem,” tutur dia dalam webinar bertema “Mewujudkan Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem Tahun 2024”.
Dalam rangka mendukung percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, ia mengatakan, TKPK harus dapat melakukan konvergensi program dan kegiatan lintas organisasi perangkat daerah (OPD).
“Konvergensi ini bertujuan untuk memastikan program kegiatan saling bersinergi dan juga tidak tumpang tindih,” katanya.
Teguh menambahkan TKPK juga diminta aktif untuk memastikan sinergitas pendanaan yang bersumber dari APBN, APBD provinsi, APBD kabupaten/kota (lintas OPD), dan Dana Desa dalam gotong royong terkait dengan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di daerah.
“Apabila ditemukan masyarakat belum menerima bantuan dari pemerintah, Dana Desa dan CSR (program tanggung jawab sosial perusahaan) dapat membantu menambal hal tersebut,” paparnya.
Ia mengatakan TKPK harus menggunakan basis data yang sama atau bersinergi dengan data dari OPD lain untuk membantu program kegiatan sehingga mampu menyasar masyarakat yang membutuhkan bantuan.
“Pihak swasta sebagai bagian dari TKPK dapat menggunakan data pemerintah dalam menyalurkan bantuan agar masyarakat terkaver bagi yang membutuhkan dalam rangka mendukung keberlanjutan dan konsistensi kebijakan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem,” katanya.
Oleh karena itu, lanjut dia, pendataan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi penting sebagai basis data pemberian bantuan.
Campur tangan Vs Masih bias
Kementerian Sosial melakukan intervensi penanganan kemiskinan ekstrem dengan program pemberdayaan, selain program yang dikeluarkan seperti bantuan sosial program keluarga harapan (PKH) dan bantuan pangan non tunai (BPNT).
Direktur Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Sosial Arif Nahari dalam Webinar Bincang Pembangunan seri ke-7 bertema “Mewujudkan Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem Tahun 2024” di Jakarta, Rabu, mengatakan Kemensos di tahun 2022 melakukan upaya penanganan kemiskinan secara komperhensif dengan pemberdayaan, setelah sebelumnya hanya menggunakan skema pemberian uang tunai melalui program-program yang ada.
“Tidak hanya lebih mengedepankan pada proses bansosnya saja tetapi mengedepankan proses-proses yang lebih mengarah kepada pemberdayaan, atau meningkatkan produktivitas rumah tangga yang masuk kategori kemiskinan ekstrem,” ujar dia.
Menurut data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) hingga saat ini penerima BPNT terdiri atas 18,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Sementara penerima PKH terdiri atas 10 juta KPM.
Oleh karena itu, beberapa konsepsi yang dilakukan Kemensos tahun 2022 pada pemberdayaan, yakni meningkatkan akses permodalan untuk KPM dan pengembangan keterampilan.
Selain itu, intervensi yang dilakukan yakni mengintegrasikan program bansos dengan program lainnya seperti Pena (Pahlawan Ekonomi Nusantara), Prokus (Program Kewirausahaan Sosial), dan sejumlah program dalam konteks rehabilitasi sosial penyandang disabilitas, lanjut usia, dan korban penyalahgunaan NAPZA dengan Atensi.
Kemensos melakukan integrasi melalui fase pemulihan sosial, fase transisi, hingga fase pengembangan. Adapun KPM dengan kemiskinan ekstrem akan mendapatkan akses untuk Rumah Sederhana Terpadu (RST) dengan desain agar KPM dapat melakukan kegiatan kewirausahaan.
Selanjutnya, KPM PKH akan dilakukan upaya untuk menyadarkan mereka, terutama penerima di bawah usia 40 tahun,untuk segera mengeluarkan mereka menuju kategori graduasi.
Berbagai respons kasus di daerah akan dilaporkan melalui pendamping PKH dan TKSK kepada command center Kemensos. Apabila dibutuhkan, kasus tersebut akan ditarik untuk berkegiatan di Sentra Kreasi Atensi agar mereka segera graduasi dan meyakinkan mereka untuk tidak lagi menerima bansos dan masuk dalam program Pena.
“Kita optimalkan proses pemberdayaannya dan kita mendekatkan kepada pengembangan. Meskipun sulit, tetapi tetap akan kita lakukan dalam rangka graduasi mereka masuk ke dalam proses kehidupan yang layak, udah pendapatan punya, usaha punya aktivitas, dan ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan mereka untuk keluar dari kemiskinan,” ujar Arif.
Selain model integratif, Kemensos juga melakukan model adaptif dengan melibatkan Karang Taruna, LKS (Lembaga Kesejahteraan Sosial) dan KAT (Komunitas Adat Terpencil).
Kemensos juga mendukung dengan pendampingan membangun jiwa kewirausahaan sosial, perencanaan usaha, pemasaran hingga pengembangan usaha.
Terapkan jurusmu
Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Bina Bangda Kemendagri) Teguh Setyabudi memaparkan tiga pilar yang menjadi landasan dalam mewujudkan penghapusan kemiskinan ekstrem hingga 0 persen pada 2024.
Teguh menyampaikan, penyusunan tiga pilar tersebut dilakukan setelah diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
“Pilar pertama adalah bagaimana komitmen pemerintah dalam bentuk akomodasi penghapusan kemiskinan ekstrem dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024,” tutur Teguh dalam Bincang Pembangunan BRIN ‘Mewujudkan Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem Tahun 2024’, Rabu (21/9/2022).
Pilar pertama penghapusan kemiskinan ekstrem ini mengharuskan Kemendagri untuk melakukan pengawalan pada tahap penyusunan rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) yang dilaksanakan pada Maret hingga Juli 2022.
Selain itu, melalui pilar pertama tersebut, Kemendagri akan memastikan masing-masing pemerintah daerah (pemda) untuk dapat mengikutsertakan program yang berfokus pada upaya penghapusan kemiskinan ekstrem.
“Kemendagri betul-betul mengawal dan minta ke pemda agar program terkait penghapusan kemiskinan ekstrem dapat masuk ke dalam RKPD. Setelah selesai, program tersebut akan dikawal dalam rangka penyusunan program penganggaran,” jelas Teguh.
Pilar kedua adalah konvergensi program, anggaran, dan sasaran. Adapun pelaksanaan pendekatan terhadap ketiga aspek tersebut akan dibagi menjadi dua tingkat, yaitu tingkat pusat dan daerah.
Pada tingkat pusat, konvergensi yang dilakukan akan diawali dengan pensasaran masyarakat yang berhak untuk mendapatkan bantuan. Pensasaran tersebut akan dilakukan dengan berbasis data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem (P3KE).
Selanjutnya adalah mengintegrasikan dan memadukan program maupun kegiatan yang dijalankan oleh masing-masing kementerian, lembaga, pemerintah provinsi, maupun kabupaten/kota.
Tidak hanya melibatkan unsur pemerintahan, Teguh menjelaskan bahwa upaya penghapusan kemiskinan ekstrem ini tentunya harus melibatkan sektor swasta, yang merupakan pihak penting lainnya dalam pelaksanaan upaya penghapusan tersebut.
“Disini kita melihat juga bahwa stakeholders lain termasuk sektor swasta juga saat ini penting untuk melakukan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di 2024,” terang Teguh.
Sementara itu, pada tingkat daerah, upaya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem yang dapat dilakukan antara lain adalah mencanangkan inovasi program kegiatan dalam upaya penguatan pemberdayaan ekonomi berbasis keunggulan daerah, penguatan kapasitas pemda yang menangani kemiskinan ekstrem dan penguatan kemitraan dengan sektor swasta.
Pilar ketiga, lanjut Teguh, adalah pemantauan dan evaluasi. Kedua hal ini diawali dengan penetapan indikator capaian penghapusan kemiskinan ekstrem, kemudian penyusunan mekanisme pemantauan yang dilakukan secara berkala, serta evaluasi berkala capaian penghapusan kemiskinan ekstrem tingkat kabupaten/kota.