Pencabutan Izin Ponpes Shiddiqiyyah
4 min readNama Pondok Pesantren (Ponpes) Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah menjadi perhatian publik usai anak kiai Ponpes berinisial MSAT atau yang biasa dipanggil Mas Bechi dilaporkan menjadi pelaku pencabulan.
Karena kejadian itu, Kementerian Agama (Kemenag) mencabut izin operasional lembaga pendidikan yang berlokasi di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur (Jatim), itu.
Selang beberapa hari, keputusan tersebut dicabut dan ternyata itu adalah perintah dari Presiden Joko Widodo.
Keterlibatan Jokowi dalam perkara Ponpes di Jombang itu terlihat ketika memberikan beragam masukan kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy.
Lewat Muhadjir, dia berpesan dan meminta agar kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan tidak terjadi lagi.
Pengurus Ponpes Shiddiqiyyah Syukuri Batalnya Pencabutan Izin
Pesan itu disampaikannya ketika Muhadjir selaku Menteri Agama Ad Interim datang ke Istana Kepresidenan, (Selasa,12/7/2022).
“Presiden meminta supaya ada perhatian kepada lembaga-lembaga pendidikan, termasuk di dalamnya lembaga pesantren agar hal (kekerasan seksual) itu tidak terjadi lagi”, ujar Muhadjir.
Agar kasus-kasus serupa tak terjadi lagi, orang nomor satu di Indonesia itu mengimbau regulator atau kementerian terkait terus membina semua lembaga pendidikan.
Jokowi pun secara khusus menyorot Ponpes Shiddiqiyyah dalam pesannya. Dia ingin para santri yang mengalami kejadian seksual di pesantren itu segera diberikan trauma healing.
“Harus ada semacam mitigasilah atau trauma healing untuk para santrinya. Kemudian jangan sampai, tadi itu sama seperti yang Anda maksudkan (terulang lagi)”, tambahnya.
Minta tindak tegas
Presiden lantas meminta pencabutan izin operasional ponpes dibatalkan.
Muhadjir mengaku, langkah itu diambil agar para santri tetap dapat melanjutkan pendidikan dengan tenang di lembaga pendidikan tersebut.
“Atas arahan Pak Presiden, dan ini kan menarik perhatian langsung Pak Presiden, dan sesuai dengan arahan beliau supaya dibatalkan (pencabutan izinnya)”, terangnya.
“Untuk apa, agar orang tua yang punya santri di situ juga tenanglah, dan memiliki anak-anaknya, putra-putranya punya status yang jelas sebagai santri di situ, tidak akan perlu pindah, dan kemudian para santri yang ada di situ, juga bisa kembali dan belajar dengan tenang,” imbuh Muhadjir.
Namun, dia mengakui, arahan Jokowi tidak spesifik mengarah pada pembatalan pencabutan izin operasional Ponpes.
Dalam pertemuan di Istana Negara, mantan Wali Kota Solo itu meminta aparat hukum untuk menindak tegas pelaku pencabulan, sedangkan ponpes yang menjadi lembaga pendidikan tetap bisa berjalan normal karena tidak ada sangkut pautnya dengan pelaku.
Apalagi, pelaku kejahatan seksual bernama lengkap Moch Subchi Al Tsani itu sudah berhasil ditangkap aparat kepolisian.
“Arahan beliau (Presiden Jokowi) tidak spesifik. Beliau menyampaikan bahwa bagi pelaku kejahatan dan melanggar hukum harus ditindak tegas dan diproses secara hukum, sedang lembaga yang tidak tersangkut langsung dengan perkara harus segera kembalikan fungsinya seperti semula,” ucap Muhadjir membeberkan arahan Jokowi.
Sejurus kemudian, setelah mendapatkan arahan Jokowi, Muhadjir lantas membatalkan pencabutan izin operasional pesantren.
Batalnya pencabutan izin Ponpes sudah disampaikannya kepada PLH Sekjen Kemenag, Aqil Irham.
Pencabutan izin operasional itu pertama kali diserukan oleh Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono pada (Kamis, 7/7/2022). Lewat keputusan itu, tanda daftar dan nomor statistik pesantren Shiddiqiyyah dibekukan.
Semula, tindakan ini diambil karena pihak Ponpes menghalang-halangi proses hukum terhadap Mas Bechi. Polisi yang menjemput paksa tidak diizinkan masuk sehingga penjemputan paksa mengalami kendala.
Alasan lainnya, Kemenag beranggapan pencabulan bukan hanya tindakan kriminal yang melanggar hukum, melainkan juga perilaku yang dilarang ajaran agama.
Dengan demikian, pencabutan izin operasional Ponpes Shiddiqiyyah hanya berlaku selama beberapa hari, mulai (Kamis, 7/7/2022) hingga Senin (11/7/2022).
Kronologi kejadian
Perjalanan kasus yang menjerat MSA berawal dari adanya sejumlah santriwati Pesantren Shiddiqiyyah yang mengaku telah mendapatkan kekerasan seksual pada 2017.
Hanya saja, para santriwati yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut baru melaporkan MSA ke Polres Jombang pada 2018. Namun, kasus tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut karena dianggap kurang bukti.
Baca juga: Jokowi Minta Ada Trauma Healing untuk Santri Korban Pencabulan di Jombang
Pada 29 Oktober 2019, MSA kembali dilaporkan oleh seorang santriwati yang mendatangi Polres Jombang untuk melaporkan dugaan kekerasan seksual.
Laporan itu kemudian diproses polisi hingga terbit surat penetapan tersangka.
Pada Januari 2020, Polda Jawa Timur mengambil alih kasus ini dengan memanggil MSA untuk diperiksa, namun yang bersangkutan tidak pernah datang.
Akhirnya pada Februari 2020, polisi kemudian melakukan jemput paksa MSA akan tetapi mendapat perlawanan dari pihak MSA.
Atas penetapan dirinya menjadi tersangka, MSA kemudian mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jombang pada Desember 2021. Namun, penyidikan terhadap kasus MSA tetap terus dilakukan.
Baca juga: Soal Pencabulan oleh Anak Kiai di Jombang, Aktivis Perempuan Diintimidasi, Kepala Dibenturkan ke Dinding, Ponsel Dirampas
Hingga 4 Januari 2022 Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyatakan berkas kasus MSA sudah lengkap atau P-21 dan dapat segera disidangkan.
Pada 13 Januari 2022, polisi menetapkan MSA dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) karena tersangka terus mangkir ketika dipanggil oleh polisi.
Pengadilan Tinggi Jombang juga telah menolak praperadilan yang diajukan oleh MSA pada 27 Januari 2022. Hakim menilai proses polisi dalam menetapkan MSA menjadi tersangka sudah tepat dan sah menurut hukum.
Pada 3 Juli 2022, polisi kembali melakukan penjemputan paksa kepada MSA untuk yang kedua kalinya, akan tetapi kembali dihadang oleh sejumlah santri.
Baca juga: Kasat Reskrim Jombang Disiram Air Panas Saat Proses Penjemputan Paksa Mas Bechi di Ponpes Shiddiqiyyah
Sejumlah santri yang menghadang polisi untuk melakukan penjemputan paksa juga sempat ditahan.
Pada 4 Juli 2022, beredar video Kapolres Jombang menemui ayah MSA yang merupakan pemimpin Pesantren Shiddiqiyyah.
Ayah MSA tidak mau menyerahkan anaknya kepada polisi, bahkan dia meminta polisi untuk tidak mengambil anaknya dan berjanji akan mengantarkan anaknya ke Polda Jawa Timur.
Kemudian, pihak kepolisian berhasil menjemput paksa MSAT (Kamis, 7/7/2022) karena pelaku menyerahkan diri sekitar pukul 23.00 WIB.