Kavlingan: Penggelapan Pajak Yang Kerap Terjadi di Desa
4 min readSuaradesaku.net: Trend penjualan tanah kavling di perumahan kini semakin marak dilakukan. Namun akhir-akhir ini banyak Pemda mempermasalahkan proses jual beli, karena pada dasarnya penjualan tanah kavling bertentangan dengan aturan hukum.
Kajian singkat
Menjual tanah kavling ukuran kecil, sedang dan besar dibeberapa daerah secara tegas dilarang. Pemerintah daerah menertibkan regulasi dengan merujuk kepada Pasal 26 ayat (1) Undang – undang Nomor 4 Tahun 1992 Jo Pasal 146 UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman yang berbunyi : “Badan Usaha di bidang pembangunan perumahan dan pemukiman yang membangun lingkungan siap bangun dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa rumah”.
Salah siapa?
Meskipun dalam suatu daerah tidak terdapat larangan yang bersifat tegas, terkadang aparatur Penegak hukum daerah dan Polri ada juga yang mempersalahkan berdasarkan Pasal 26 ayat (1) Undang – undang Nomor 4 Tahun 1992 Jo Pasal 146 UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman.
Tetapi ketentuan tersebut dikecualikan dalam hal pembangunan perumahan untuk MBR dengan kavling tanah matang ukuran kecil.
Selanjutnya apabila menjual tanah kavling untuk kawasan perumahan dan permukiman menggunakan sertifikat langsung dari pemilik lahan kepada pembeli, maka hal tersebut masuk kategori tindak Pidana penggelapan pajak.
Pesan untuk pembeli
Dalam proses pembelian properti, ada aturan yang harus Anda pahami agar terhindar dari masalah kedepannya.
Begitu juga dalam proses transaksi jual beli tanah kavling, yang kadang sering diabaikan oleh penjual dan pembeli.
Karena dijual dengan harga murah dan memiliki banyak peminat, penjualan tanah kavling sering melanggar aturan yang sudah ditetapkan di beberapa wilayah.
Termasuk pembelian tanah kavling yang berada di dalam kawasan perumahan.
Agar tak salah memilih tanah kavling, berikut ini beberapa peraturan tanah kavling yang berlaku berdasarkan hukum pertanahan.
Aturan Jual Beli Tanah Kavling
Trend penjualan tanah kavling di perumahan kini semakin marak dilakukan.
Namun akhir-akhir ini banyak Pemda mempermasalahkan proses jual beli, karena pada dasarnya penjualan tanah kavling bertentangan dengan aturan hukum.
Namun hal tersebut masih menjadi pertentangan dengan aturan Menteri Negara Perumahan dan Permukiman Indonesia tahun 1999 dengan nomor surat 2109/UM. 01.01//09/09 tanggal 27 September 1999.
Aturan tersebut memuat pedoman mengenai penjualan tanah kavling matang dengan ukuran di atas 200 m2 sampai 600 m2.
Aturan yang harus diperhatikan dalam jual beli tanah ataupun berbisnis kavling, antara lain:
Pahami Status Hukum Tanah
Dalam proses jual beli tanah kavling, Anda sebagai pembeli harus benar-benar jeli untuk mengecek kembali kavling yang ingin dibeli.
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah mengecek kembali legalitas terkait hak kavling, termasuk pengecekan pemecahan sertifikat.
Kenali Status Perizinan
Pastikan kembali tanah kavling yang Anda beli telah memiliki izin dan sesuai dengan peruntukannya.
Cara mudah untuk mengenali peruntukan tanah adalah dengan melakukan pengecekan ke RT atau RW.
Selain itu pastikan kembali tujuan Anda membeli tanah kavling, apakah ingin dimanfaatkan sebagai tempat usaha atau yang lainnya.
Karena ada beberapa tipe tanah kavling yang tidak mendapatkan izin pendirian bangunan komersil di dalam kawasan.
Perhatikan Peraturan Jual Beli di Setiap Daerah
Proses transaksi jual beli tanah kavling di dalam perumahan memang jadi polemik karena ada beberapa pemerintah daerah yang menolak transaksi tersebut.
Namun di beberapa daerah, ada juga pemerintah yang memperbolehkan penjualan tanah kavling mentah tanpa bangunan di atasnya.
Agar tidak salah membeli tanah kavling, sebaiknya Anda tanyakan kembali Perda yang berlaku di area tersebut.
Hukum Jual Beli Tanah yang Berlaku
Peraturan tanah kavling masih menjadi tanda tanya, karena belum ada kejelasan ataupun aturan pasti mengenai pembelian ataupun penjualan tanah tersebut.
Jadi beberapa pihak masih berpegang pada aturan jual-beli tanah yang mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum perdata, Undang-Undang Pokok Agraria, dan PP No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Jual Beli Tanah dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
Dasar hukum jual beli tanah berdasarkan aturan ini menyangkut tentang hak kepemilikan tanah. Adapun hak-hak atas tanah yang tercantum dalam pasal 16 ayat 1, antara lain:
- Hak Guna Usaha
- Hak Pakai
- Hak Milik
- Hak Sewa
- Hak Guna Bangunan; dan lainnya
Dalam peraturan kepemilikan tanah baik, baik tanah kavling atau jenis tanah lainnya, tidak bisa dimiliki oleh warga negara asing.
Proses Jual Beli Tanah Berdasarkan KUHP Perdata
KUHP Perdata mengatur tentang ketentuan-ketentuan umum dalam proses jual beli yang berlaku untuk tanah ataupun tanah kavling.
Jadi, proses transaksi penjualan atau pembelian tanah dianggap sah apabila ada persetujuan yang mengikat antara satu pihak dengan pihak yang lain
Adapun ketentuan atau syarat proses transaksi dianggap sah berdasarkan aturan Pasal 1320 KUHP Perdata, yakni:
- Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya,
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
- Suatu pokok persoalan tertentu, dan
- Suatu sebab yang halal.
Jual Beli Tanah dalam PP No. 37 Tahun 1998
Berdasarkan PP Nomor 37 tahun 1998 proses jual beli tanah harus melibatkan pejabat negara atau PPAT.
Kewenangan PPAT berdasarkan PP No. 37 Tahun 1998 adalah membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu, yang berkaitan dengan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.