Memaksakan Ombrometer/OBS
5 min readPertanyaannya, apa semua itu sudah dilakukan? Percuma memasang ombrometer secanggih apa pun, kalau warga tidak tahu fungsi alat tersebut dan apa manfaatnya bagi lingkungan tempat tinggal mereka.
Oleh : Imam S Ahmad Bashori
Editor: Moh Ardi
Ombrometer adalah alat pengukur curah hujan yang umumnya dinamakan penakar hujan. Alat ini dipasang di tempat terbuka, sehingga air hujan akan diterima langsung oleh alat ini. Satuan yang digunakan adalah milimeter (mm) dan ketelitian pembacaannya sampai dengan 0.1 mm. Pembacaan dilakukan sekali sehari pada pukul 07.00 pagi hari. Alat ukur curah hujan ini terdapat juga versi manual.
Pengertian curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Adapun jenis-jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan (definisi BMKG), diantaranya yaitu hujan kecil antara 0 – 21 mm per hari, hujan sedang antara 21 – 50 mm per hari dan hujan besar atau lebat di atas 50 mm per hari.
Ombrometer ditemukan pertama kali oleh Menlo Park. Nama Menlo Park adalah julukan nama Thomas Alva Edison (lahir 11 Februari 1847 – meninggal 18 Oktober 1931 pada umur 84 tahun) adalah penemu dan pengusaha yang mengembangkan banyak peralatan penting. Si penyihir Menlo Park ini merupakan salah seorang penemu pertama ombrometer dan ia yang menerapkan prinsip produksi massal pada proses penemuan.
Pengukur hujan (ombrometer) dalam standar Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujan atau ombrometer. Ia dinyatakan sebagai kedalaman air yang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang lebih 0.25mm. Satuan curah hujan menurut SI adalah milimeter, yang merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi.
Pengukuran curah hujan menggunakan ombrometer dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut :
a. Pengamatan untuk curah hujan harus dilakukan tiap hari pada jam 07.00 waktu setempat, atau jam-jam tertentu.
b. Buka kunci gembok dan letakkan gelas penakar hujan dibawah kran, kemudian kran dibuka agar airnya tertampung dalam gelas penakar.
c. Jika curah hujan diperkirakan melebihi 25 mm. sebelum mencapai skala 25 mm. kran ditutup dahulu, lakukan pembacaan dan catat. Kemudian lanjutkan pengukuran sampai air dalam bak penakar habis, seluruh yang dicatat dijumlahkan.
d. Untuk menghindarkan kesalahan parallax, pembacaan curah hujan pada gelas penakar
dilakukan tepat pada dasar meniskusnya.
e. Bila dasar meniskus tidak tepat pada garis skala, diambil garis skala yang terdekat dengan dasar meniskus tadi.
f. Bila dasar meniskus tepat pada pertengahan antara dua garis skala, diambil atau dibaca ke angka yang ganjil
Contoh kasus
Stasiun Klimatologi Politeknik Negeri Lampung dilengkapi dengan alat penakar curah hujan type Observatorium (OBS). Penakar curah hujan yang berfungsi untuk mengukur jumlah curah hujan yang jatuh pada permukaan tanah. Curah hujan yang tercurah masuk dalam corong penakar dan terkumpul di dalam tabung penampung.
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan gelas ukur, dengan cara mengangkat corong penakar, lalu mengambil tabung penampung curah hujan dan menuangkannya ke dalam gelas ukur.
Apabila curah hujan melebihi kapasitas gelas ukur, maka pengukuran dilakukan beberapa kali sehingga curah hujan yang tertampung dapat diukur semua. Hal ini memakan waktu yang lama, sehingga curah hujan sering tumpah pada saat pengukuran, dan hasil pengukuran tidak valid.
Permasalahan ini menuangkan suatu gagasan untuk memodifikasi alat penakar curah hujan type OBS dengan menggunakan kran. Dengan tujuan pada proses pengukuran menghasilkan data yang valid dan efektif.
Penulisan ini menggunakan metode eksprimental membandingkan hasil pengukuran penakar curah hujan yang sudah dimodifikasi dengan yang belum dimodifikasi. Analisis data menggunakan metode kuntitatif dan skala rasio.
Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan volume curah hujan yang bervariasi yaitu curah hujan 10 mm, 25 mm, dan 50 mm.
Dari ketiga kali pengujian dihasilkan rata-rata waktu pengukuran curah hujan dengan menggunakan penakar curah hujan type OBS sebelum dimodifikasi, untuk volume curah hujan 10 mm = 110 detik, 25 mm = 243 detik, 50 mm = 431 detik. Hasil pengujian penakar curah hujan type OBS hasil modifikasi untuk volume curah hujan 10 mm = 68 detik, 25 mm = 135 detik, dan 50 mm= 268 detik. Disimpulkan bahwa hasil pengukuran curah hujan menggunakan penakar curah hujan type OBS yang sudah dimodifikasi dengan tambahan kran lebih valid dan efektif.
Penerapan geoteritorial
Banjir merupakan bencana laten di Jakarta. Bahkan, sejak masih bernama Batavia, sejumlah wilayah di kota ini kerap tergenang, terutama di penghujung dan awal tahun.
Berbagai langkah antisipasi telah dilakukan, dari membangun kanal hingga mengeruk sungai. Namun, nyatanya, air sisa hujan tetap melimpah hingga menggenangi sebagian permukiman warga.
Dari yang kumuh di Pademangan hingga kawasan yang katanya elite di Kemang.Faktor cuaca, terutama tingkat curah hujan, inilah yang diyakini Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, sebagai salah satu faktor utama banjir di Ibu Kota.
Dia mengungkapkan, kapasitas drainase di sejumlah wilayah Ibu Kota mencapai 110 milimeter per hari, sedangkan di wilayah padat penduduk 50 milimeter/hari.
Namun, menurut Anies, jika air hujan turun 370 milimeter selama lima jam seperti Januari 2020, bisa dipastikan DKI Jakarta akan terendam.
Oleh karena itu, dalam rangka mengantisipasi banjir, kini di sebanyak 267 kelurahan di DKI Jakarta, telah dipasangi alat pengukur curah hujan atau ombrometer.
Dengan alat ini, Anies berharap, aparat setempat (lurah atau camat) dapat mengambil langkah antisipasi yang tepat. Jika sebagian di antara Anda penasaran seperti apa bentuk dan cara kerja alat tersebut, silakan googling di internet.
Di berbagai toko online, alat ini juga banyak dijual dengan harga berkisar Rp.100 ribu hingga Rp.850 ribu.
Terus terang, saya tidak tahu berapa harga ombrometer yang dipasang di tiap kelurahan di Jakarta dan tidak ingin pula mempersoalkannya.
Saya justru ingin mengapresiasi langkah tersebut sebagai salah satu bentuk upaya serius pemprov DKI Jakarta dalam mengantisipasi banjir.
Jika boleh dianalogikan, alat pengukur curah hujan ini seperti termometer, pengukur panas tubuh terutama saat sakit.
Agar tidak demam, apalagi sampai kejang-kejang, Anda tentu harus pula menyediakan parasetamol atau obat penurun panas.
Langkah paling penting tentu saja menjaga kesehatan dengan menerapkan pola hidup bersih, agar terhindar dari kuman dan bakteri.Begitu pun dalam mengantisipasi banjir.
Alat pengukur curah hujan hanyalah salah satu perkakas yang fungsinya sebagai pendeteksi.
Langkah lainnya yang krusial ialah memastikan apakah pompa-pompa air yang ada di sejumlah wilayah masih berfungsi dengan baik.
Begitu pun dengan keberadaan waduk dan sejumlah pintu air, apakah sudah bebas dari timbunan sampah. Langkah paling penting, tentu saja menjaga kebersihan sejak dari lingkungan terkecil di tingkat RT/RW.
Pertanyaannya, apa semua itu sudah dilakukan? Percuma memasang ombrometer secanggih apa pun, kalau warga tidak tahu fungsi alat tersebut dan apa manfaatnya bagi lingkungan tempat tinggal mereka.
Setiap kebijakan tentu harus disosialisasikan kepada user atau penggunanya sehingga mereka ikut merasa memiliki. Jangan nanti ujung-ujungnya malah dicolong seperti besi penutup gorong-gorong.