Gosip dan Kontrol Sosial
19 min read
Oleh : Imam S Ahmad B Al-Muhajir Moh Ardi
Editor: Munichatus Sa’adah SPsi
Pada daftar login menulis sendiri pojok kanan atas kontroversi
Comunication & Mass Serving Beurau Indonesia Bebas Masalah
Dua ibu muda tiba-tiba menarik perhatian warga sekitar kompleks. Masalahnya, mereka bertengkar hebat di tengah keramaian jalanan. Andai tidak segera dilerai oleh beberapa warga, dua perempuan tersebut nyaris berkelahi. Keduanya malah terlihat memasang “kuda-kuda” siap saling menerjang.
Pertengkaran diawali oleh adanya saling tuding-menuding di antara mereka. Perempuan satu tidak menerima dirinya dituduh menyebar informasi yang bukan berasal darinya. Apalagi, dengan embel-embel pagosip. Ia membantah keras dikatakan pagosip (penyebar gosip).
Sementara perempuan satunya, ia tersinggung lantaran dituding menjelek-jelekkan perempuan tersebut, dan disebut suka “bawa-bawa” cerita bohong kepada para tetangga. Karena sama-sama tidak menerima tudingan, dua perempuan ini akhirnya bertengkar hebat, dan nyaris berkelahi.
Kisah di atas cuma ilustrasi. Namun, pertengkaran seperti yang dialami dua ibu itu, yang disebabkan oleh gosip, acap kali dijumpai dalam kehidupan di sekitar kita.
Barangkali, semua sepakat. Semua orang tentunya tidak menghendaki dirinya menjadi “santapan” gosip. Pastilah tidak menyenangkan “digosipi”, apalagi hal-hal buruk. Jika sudah begitu, tubuh dan tindakan kita bakal menjadi tatapan sinis tetangga, atau orang-orang sekitar yang mengenal kita.
Tapi, tak usah khawatir. Biasanya, orang yang dijadikan sasaran gosip, adalah mereka yang dianggap berbuat “kesalahan” di mata warga kebanyakan, atau melakukan tindakan tak sepantasnya.
Misalnya mencuri, berselingkuh, berhutang tapi tidak mau bayar-bayar, berlagak orang kaya tapi tak punya duit, dan sebagainya. Bahkan, sekecil apapun kesalahan seseorang, ia bisa saja menjadi objek gosip.
Sebenarnya, sejauh orang yang dibicarakan (digosipi) tidak marah, maka itu tidak menjadi persoalan besar. Ia akan menjadi masalah, apabila orang yang digosipi itu marah, dan kemudian tidak menerima dirinya digosipi.
Kebiasaan bergosip sebenarnya menjadi budaya sebagian masyarakat. Ia menjadi bebas nilai dan tidak bisa dinilai salah atau benar, karena kebudayaan adalah sesuatu yang bebas nilai. Kebudayaan baru dinilai salah atau benar, tergantung dari proses pemaknaan atas sebuah peristiwa.
Juga, tidak selamanya bergosip dipandang buruk
Dalam perspektif lain, bergosip bisa berfungsi sebagai penegakan norma dan atau pengendalian sosial atas diri seseorang. Setidaknya, ada dimensi positif dari budaya gosip itu.
Seseorang yang telah berkeluarga dan sering kedapatan gonta-ganti pasangan atau berselingkuh, misalnya, tentu akan menjadi bahan gunjingan warga. Setiap kali melewati kerumunan tetangga, tatapan mata para tetangga selalu saja nampak sinis. Dan, ujung-ujungnya, ia akan dimusuhi atau dikucilkan oleh tetangganya.
Dengan gosip, lambat-laun muncul kesadaran dan perasaan malu pada diri orang bersangkutan. Biasanya, para tetangga kerap menghubung-hubungkan perbuatan yang ia lakukan itu dengan nama keluarga besarnya. Karena tak tahan dengan terpaan gosip, sekaligus memikirkan pula efek buruk keluarga besarnya, ia pun menghentikan kebiasaannya itu.
Nah, ini merupakan salah satu contoh gosip sebagai pengendali sosial. Dengan adanya gosip, orang-orang akan berpikir panjang untuk berperilaku menyimpang. Supaya bisa hidup tenang dan nyaman, orang-orang lantas akan bertindak sesuai “definisi” baik dan buruk masyarakat di tempatnya tinggalnya.
Sosiolog Peter L. Burger dan Bruce J. Cohen, mengartikan pengendalian sosial sebagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggota-anggotanya yang membangkang, dan mendorong seseorang supaya berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat luas.
Fungsi penting
Gosip sering diidentikkan dengan sesuatu yang negatif, padahal tidak selalu demikian.
Sebenarnya gosip memiliki fungsi penting dalam kehidupan manusia, yaitu membantu manusia untuk bertahan hidup di lingkungan sosialnya.
Gosip dijelaskan sebagai percakapan tentang pihak ketiga yang tidak hadir. Pada percakapan yang terjadi ini terkandung unsur evaluasi terhadap orang yang dibicarakan.
Meskipun demikian evaluasi ini dapat bersifat positif dan dapat juga bersifat negatif.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, gosip memiliki fungsi penting dalam kehidupan manusia.
Gosip berfungsi membantu manusia untuk melakukan evaluasi diri. Melalui gosip manusia dapat melakukan perbandingan sosial.
Gosip memberikan informasi tentang orang lain, kemudian informasi yang diperoleh akan digunakan sebagai sarana evaluasi diri oleh orang yang bergosip.
Mengingat pentingnya fungsi gosip dalam kehidupan manusia, maka tidak mengherankan apabila tanpa disadari manusia menggunakan dua pertiga percakapan sosial yang dilakukannya untuk melakukan evaluasi interpersonal.
Manfaat gosip bagi Kesehatan Mental
Anda pasti salah satu orang yang pernah atau senang bergosip dengan teman-teman. Umumnya, wanita lumayan lekat dengan kebiasaan dan hobi gosip.
Namun, ada pula beberapa orang yang mungkin tidak suka melihat orang senang membicarakan orang lain di belakang.
Faktanya, kebiasaan bergosip justru memberikan banyak manfaat untuk kesehatan mental dan membangun diri sendiri.
Menurut peneliti dari University of Pavia di Italia, bergosip dapat meningkatkan kadar oksitosin atau yang disebut dengan hormon cinta.
Kadar oksitosin justru akan meningkat setelah orang bergosip, dibandingkan melakukan pembicaraan normal.
Para peneliti dari University of Michigian membuktikan bahwa seorang wanita lebih bahagia dan lebih sehat menikmati obrolan rutin dengan teman wanita karena dapat meningkatkan hormon progesteron.
Hormon ini bisa mengurangi tingkat kecemasan dan stres
Selain itu, hormon ini juga berperan penting dalam ikatan sosial dan membuat wanita lebih terdorong membantu orang lain.
Melansir dari Psychology Today, adapun 5 manfaat dari hobi gosip antara lain:
1. Mendorong kerjasama
Para peneliti di Universitas Stanford menemukan kebiasaan bergosip membuat seseorang lebih banyak mempelajari karakter individu.
Hal ini membuat mereka lebih banyak mengenal karakter individu yang nantinya berkaitan dengan membangun kepercayaan dan kerja sama.
2. Mengurangi stres
Peneliti juga mengungkapkan, kebiasaan bergosip membantu seseorang mengurangi kecemasan dan stres. Hal itu karena mengetahui ada seseorang yang berperilaku lebih buruk bisa membuat seseorang merasa lebih baik.
3. Mengetahui kelemahan diri sendiri
Semua gosip tidak selalu berunsur negatif, sesekali Anda mungkin membicarakan sisi positif orang lain. Hal ini secara tak langsung bisa memberikan motivasi pada diri sendiri.
Anda mungkin akan lebih tergugah dan bersemangat untuk membangun diri sendiri dengan cara mengenali dulu kelemahan diri sendiri.
4. Mendorong cara berpikir realistis
Hobi gosip juga bisa mendorong Anda berpikir lebih realistis. Hal ini akan meningkatkan kewaspadaan Anda untuk memastikan fakta yang sebenarnya sebelum menuduh seseorang.
Apalagi jika hal tersebut akan berkaitan secara langsung dengan kehidupan Anda sendiri. Pengalaman bergosip mengenai banyak orang nampaknya memberikan manfaat positif.
5. Panjang umur
Manfaat lain dari bergosip adalah kita bisa mengeluarkan pikiran negatif dari kepala. Secara tidak langsung, kebiasaan ini bisa memberikan manfaat baik untuk tubuh lebih bugar.
Kebiasaan ini juga membuat Anda memiliki hubungan dengan orang lain yang bisa bertahan lama, lebih bahagia dan lebih sehat.
Gosip sebagai Pengendalian Sosial
Lantas, apa sebenarnya itu gosip? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, gosip diartikan obrolan tentang orang-orang lain, atau cerita negatif tentang orang-orang seseorang. Gosip disamakan juga pergunjingan.
Seperti disebutkan di muka, gosip tidak selamanya diartikan membawa kabar buruk, seperti ilustrasi pada pertengkaran dua ibu di atas.
Gosip pun bisa berdampak baik, sepanjang ia dijadikan “rem” untuk mengendalikan tindakan seseorang yang akan “keluar jalur.”
Foster, dalam tulisannya Research on Gosip: Taxonomy, Methods, and Future Directions (2004) menyatakan, “gosip adalah pertukaran informasi (posisif dan negatif) dalam bentuk evaluatif terhadap pihak ketiga yang tak hadir dari kejadian pertukaran informasi ini”.
Fungsi gosip
Untuk memperjelas lagi, Foster lalu membagi fungsi gosip menjadi empat bagian, yakni:
- Pertama, fungsi gosip sebagai sumber informasi
- Kedua, fungsi gosip hiburan
- Ketiga, fungsi gosip sebagai pertemanan; dan
- Keempat, fungsi gosip sebagai alat untuk mempengaruhi.
Memperluas jaringan pertemanan
Kalau melihat penjelasan Foster tentang gosip dan fungsinya, dapat dikatakan, gosip ternyata tidak selamanya membawa kesan buruk atas diri seseorang.
Setidaknya, fungsi gosip bisa menjadi arena hiburan dan sekaligus memperluas jaringan (pertemanan), di samping tentunya, menjadi ajang untuk mengevaluasi diri seseorang (yang digosipi).
Pengendalian sosial
Sementara dalam tulisan Kottak, Antropology: The Exploration of Human Diversity (2006) yang memaparkan temuan Bronislaw Malinowski (1884-1942) yang cukup menarik tentang gosip pada masyarakat di Kepulauan Trobriand (1926).
Menurut Kottak, riset Malinowski mengenai gosip difungsikan sebagai upaya pengendalian sosial pada masyarakat di Kepulauan Trobriand.
Pada tulisan tersebut, Antropolog asal Polandia itu, mengisahkan tentang hubungan terlarang (inses) antara ayah dan seorang anak gadisnya.
Diceritakan Malinowski, ketika tersebar kabar ada seorang ayah melakukan hubungan badan dengan anak perempuannya, sang ayah ini tidak mendapatkan hukuman atau sanksi sosial dari komunitasnya.
Oleh semua warga, laki-laki ini dibiarkan hidup secara sosial dan beraktivitas seperti biasa. Ia pun bebas berkeliaran dan pergi ke mana-mana.
Namun, tanpa sepengetahuan laki-laki tersebut, apa yang ia perbuat kepada anak gadisnya ternyata telah menyebar luas. Ia kemudian menjadi santapan gosip tetangga.
Tampilan luar dan tampilan belakang
Memang, dari tampilan luar masyarakat tidak membincangnya, dan seolah-olah tidak pernah ada kejadian inses. Akan tetapi, di belakang badan laki-laki ini, ia ternyata menjadi bahan pergunjingan para tetangga. Karena tak tahan mendengar gempuran gosip tetangga, laki-laki ini merasa tertekan. Ia akhirnya ditemukan meninggal bunuh diri.
Negara kolektivis
Karakter Indonesia yang sering dikategorikan sebagai negara kolektivis, menjadikan tema gosip menjadi terasa pas. Dalam hal ini, gosip menjadi senjata sosial yang ampuh untuk menertibkan individu (Eko A Meinarno, dkk., 2011).
Maka, tak heran, tayangan infotainment yang menyajikan gosip-gosip selebriti tanah air, selalu saja diminati masyarakat.
Dipakai kalangan investor
Selain sebagai pengendali sosial dalam kehidupan bermasyarakat, gosip ternyata dipakai pula oleh kalangan investor di bursa saham.
Sawidji Widoatmodjo dan Halim Putera Siswanto dalam artikelnya Eksistensi Gosip di Media Sosial dalam Menentukan Return Saham di Bursa Efek Indonesia dan Persistensi Pengaruhnya Bersama Hari Bursa (2017) menyebutkan, “para investor kerap menggunakan istilah gosip saat membicarakan investasi keuangan”.
Cukup ampuh
Posisi gosip di dalam permainan saham, juga cukup ampuh. Meski gosip dianggap informasi yang tak dapat dikonfirmasi kebenarannya, tapi ia mampu memengaruhi individu. Setidaknya, peristiwa pertama yang melibatkan gosip dalam investasi saham terjadi di bursa Amsterdam pada 1600-an.
Pada saat itu, seperti ditulis Leinweber dan Madhavan (2001), dalam Sawidji dan Halim (2017), hanya ada dua saham yang diperdagangkan, yaitu Dutch East India Company dan Dutch West India Company. Sejak kapal berlayar, gosip mulai menyebar di Amsterdam Coffee House. Spekulasi pun dimulai dengan menebak, apakah yang dimuat oleh kapal-kapal tersebut.
Dua Sisi
Gosip ternyata luar biasa ya ?. Di satu sisi, ia berdampak negatif, lantaran menceritakan keburukan-keburukan orang, sehingga membuat orang yang digosipi kesal, marah, dan musuhan.
Sedangkan pada sisi positifnya, gosip juga mampu berfungsi untuk meredam dan mengendalikan tindakan seseorang, agar tidak berperilaku menyimpang di dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama.
Fakta unik lainnya
Ulysis Cababan penasaran. Seorang tetangganya di Kota Cebu, Filipina telah memperingatkannya tentang pedagang makanan kaki lima yang sering mereka datangi. Makanan di carenderia, atau kedai makanan, itu katanya dibuat menggunakan air keran —kendati secara lokal cara ini dianggap tidak aman.
Gosip, atau chika-chika, adalah gaya hidup di Filipina. Tetapi Cababan, yang bekerja di agen visa, ingin memastikan sendiri apakah gosip itu benar. Jadi, sambil berpura-pura mencari tempat untuk cuci tangan, ia melihat-lihat area memasak si pedagang. Ia menemukan ember berisi air yang jelas-jelas didapatkan dari keran, bukannya wadah yang diisi ulang di stasiun air mineral.
Khawatir akan bibit penyakit yang dibawa air keran itu terhadap makanan, ia memperingatkan hal itu kepada istrinya.
“Mungkin karena gosip, ceritanya bisa menyebar lebih cepat daripada kalau saya melaporkannya kepada pihak berwenang”, kata Cababan.
Gosip seringkali dipandang remeh atau dibenci. Tetapi ia dapat berguna untuk kelompok kecil.
Gosip seringkali dipandang remeh atau dibenci. Tetapi ia dapat berguna untuk kelompok kecil
Komunikasi orang yang tidak hadir
Ada perbedaan penting dalam cara sebagian besar dari kita mendefinisikan gosip —sebagai cara untuk membicarakan aib orang lain yang tidak hadir— dan cara para ilmuwan mendefinisikannya.
Dalam ilmu sosial, gosip, desas-desus, biasanya didefinisikan sebagai komunikasi tentang orang yang tidak hadir dengan juga melakukan evaluasi terhadap orang itu, baik atau buruk.
Gosip diperlukan untuk kerja sama sosial; pembicaraan semacam inilah yang sebagian besar menyematkan ikatan sosial dan memperjelas norma-norma sosial
Komunikasi informal semacam ini sangat penting untuk berbagi informasi. Gosip diperlukan untuk kerja sama sosial; pembicaraan semacam inilah yang sebagian besar menyematkan ikatan sosial dan memperjelas norma-norma sosial.
Dan meskipun sering dipandang buruk, gosip sebenarnya cenderung tidak negatif — sebaliknya, kebanyakan gosip justru bersifat positif atau netral.
Satu studi berpengaruh tentang percakapan di Inggris menemukan bahwa hanya 3-4% dari sampel gosip itu yang bersifat jahat.
gosip dan rumor: gosip lebih bersifat personal daripada rumor
Lalu perbedaan penting lainnya antara gosip dan rumor: gosip lebih bersifat personal daripada rumor.
Dan seperti yang dijelaskan oleh Jennifer Cole, seorang dosen psikologi sosial di Manchester Metropolitan University, “gosip bukan tentang hal-hal yang terjadi di lingkungan. Tapi tentang orang.”
Pengertian ini berimplikasi pada kredibilitas gosip. “Gosip biasanya benar,” kata Sally Farley, seorang profesor psikologi di Universitas Baltimore. “Jadi, jika itu berita bohong, akan lebih baik digolongkan sebagai rumor”.
Me too
Saya berbincang dengan Farley satu tahun setelah tuduhan pelecehan seksual Harvey Weinstein diterbitkan di surat kabar New York Times. Kasus tersebut membuat kita merenungkan peran jaringan berbasis gosip dalam melindungi perempuan secara informal dari para peleceh seksual, tanpa adanya mekanisme formal yang menanggapi keluhan mereka dengan serius.
“Orang-orang gagal memahami bahwa gerakan #MeToo sesuai dengan definisi gosip”, kata Farley.
“Saya percaya bahwa gerakan ini adalah cara bagi perempuan untuk melawan dan menegaskan kembali kekuasaan”
Ingin mengetahui tentang orang lain
Tentu saja, ini juga benar di luar gerakan #MeToo. “Kita selalu ingin mengetahui informasi tentang orang lain,” kata Farley.
Mengandalkan saluran informal
“Jadi ketika kita tidak mendapatkan akses ke saluran komunikasi formal, biasanya demikian jika Anda seorang individu dengan status yang lebih rendah, kita mengandalkan saluran informal, seperti jaringan gosip”.
Tetapi meskipun ada persepsi lama bahwa perempuan lebih suka bergosip daripada laki-laki, tidak ada bukti yang mendukung anggapan tersebut.
Beda gosip Laki-laki/Perempuan
Yang jelas adalah bahwa laki-laki dan perempuan bergosip dengan cara berbeda. Gosip laki-laki lebih cenderung bersifat promosi diri, dan laki-laki lebih cenderung menyebutnya ‘bertukar informasi’ atau ‘saling berkabar’.
Perempuan juga cenderung membuat gosip lebih menghibur, dengan banyak detail dan nada bicara yang lebih bersemangat. Jadi percakapan antara laki-laki mungkin tidak terdengar seperti gosip — meskipun seringkali merupakan gosip.
Gosip selebritas
Meskipun gosip biasanya merujuk kepada orang-orang yang kita kenal dengan baik, gosip selebritas tetaplah gosip — selebritas tertentu yang nampang di mana-mana serta liputan media tentang mereka membuat kita merasa seperti kita mengenal mereka secara pribadi. Lagipula, mereka sering dipanggil dengan nama pertama mereka, dari WillKat sampai Khloe.
Gosip semacam ini berperan lebih dari sekadar hiburan. Salah satu fungsinya, gosip selebritas adalah cara untuk menguji identitas dan afiliasi yang berbeda, terutama jika identitas dan afiliasi tersebut terpinggirkan. Misalnya, beberapa selebritas Taiwan yang queer menggunakan skandal seks untuk membuka percakapan yang sulit tentang seksualitas mereka.
Gerbang pintu masuk
“Saya benar-benar melihat gosip selebriti sebagai semacam gerbang/pintu masuk untuk membocorkan informasi pribadi yang mungkin tidak nyaman dilakukan oleh seseorang jika mereka mengungkapkannya secara langsung,” kata Andrea McDonnell, seorang profesor komunikasi dan media di Emmanuel College, Boston.
Ini juga mengungkapkan tren yang lebih besar, seperti wabah berita palsu.
Ketika McDonnell mulai meneliti majalah gosip selebriti Amerika selama kepresidenan Obama, respondennya mengatakan kepadanya bahwa kepalsuan majalah adalah aspek yang mereka nikmati.
Mereka merasa berdaya dengan memecahkan teka-teki apa yang akurat dan apa yang dibuat-buat.
“Sebagaimana ide kebohongan dan kepalsuan telah berpindah dari berita tabloid ke berita utama, kami juga melihat budaya selebriti bergerak dari dunia tabloid ke dalam lanskap politik Amerika”, kata McDonnell.
Bahayanya, tentu saja, adalah apa yang terjadi ketika ide-ide itu memasuki ,”lanskap jurnalistik yang seharusnya tidak hanya untuk bersenang-senang. Sekarang kita dilanda krisis legitimasi seputar informasi yang dibutuhkan publik”, katanya.
Kampanye diam-diam
Salah satu implikasinya adalah bahwa kelompok-kelompok yang secara tradisional tertutup dari kekuasaan dan pengaruh dapat menemukan pemberdayaan melalui saluran dan interpretasi mereka sendiri tentang kebenaran.
Ini bisa bermanfaat — seperti halnya perempuan yang saling memperingatkan tentang para peleceh yang memimpin kerajaan media. Atau bisa jadi hal yang buruk — seperti dalam kasus gosip palsu yang mengarah pada rusaknya reputasi dan kekerasan.
Lebih percaya gosip
Salah satu tantangannya adalah orang-orang lebih percaya gosip bahkan daripada pengamatan langsung mereka sendiri, sebagian karena gosip berasal dari orang yang kita kenal.
Anggaplah Facebook sebagai sumber berita populer. Teman masa kecil atau paman Anda belum tentu memeriksa artikel politik yang mereka bagikan, tetapi Anda masih lebih mungkin memercayainya karena berasal dari sumber terpercaya.
Fakta bahwa kita makhluk sosial membuat kita mudah dimanipulasi.
Tetapi gosip yang buruk biasanya cepat dibungkam. Kita cenderung secara bawah sadar membuat penilaian cepat tentang motivasi para tukang gosip.
Dan orang-orang yang menyebarkan gosip negatif yang terkesan hanya menguntungkan diri sendiri kurang dihormati dan kurang disukai.
Masuk dalam persepsi
“Orang yang pintar menyadari bahwa orang-orang yang sering bergosip kemungkinan juga akan bergosip tentang mereka, dan kesadaran itu masuk dalam persepsi mereka”, kata Farley.
Selektif
“Dan terutama jika informasi yang mereka sampaikan umumnya negatif, orang-orang tidak berpikir positif tentang orang lain yang menghabiskan banyak waktu untuk membicarakan aib orang lain. Jadi, singkatnya, orang menghormati orang lain yang selektif dengan gosip mereka”.
Tetap saja, itu tidak mudah
Kepercayaan akan ilmu hitam di bagian-bagian tertentu Afrika sub-Sahara menunjukkan bagaimana gosip dapat berujung pada kepanikan dan kekerasan.
Di Tanzania, antropolog Simeon Mesaki mengatakan bahwa, “hubungan saudara perempuan dan bibinya menjadi renggang setelah seorang peramal menyalahkan sang bibi atas cacat perkembangan keponakannya”.
Dalam perkembangan gosip ini, ibunya juga terjerat dalam perselisihan keluarga.
Mesaki dari Universitas Dar es Salaam, menunjukkan bahwa, “konsekuensinya bisa lebih parah daripada kerenggangan. Baru-baru ini”, katanya.
“Beberapa peneliti dibunuh di distrik Chamwino karena dianggap sebagai chinja chinja atau mumiani [makhluk mirip vampir] yang ingin menguras darah dari penduduk setempat. Ini adalah gosip jahat”, lanjut Mesaki.
Literasi rendah
Dalam situasi ekstrem seperti ini, terutama di mana literasi sains rendah dan kondisi keuangan rentan (dan ketika pembunuh bayaran, dukun, dan lain-lain mencari untung), gosip bisa jadi sangat berbahaya.
Idealisme egalitarianisme
Tapi ia masih bisa menjalankan fungsi sosial yang bermanfaat sebagai cara untuk memperkuat idealisme egalitarianisme.
Seseorang yang memperoleh kekayaan secara tiba-tiba dan misterius, misalnya, adalah sasaran gosip.
Sangat menggoda untuk percaya bahwa kekayaan mereka berasal dari kekuatan jahat. Tapi meredakan kecurigaan ini dengan berbagi informasi bisa baik untuk harmoni sosial.
Gosip juga bisa membantu mengurangi stigma
Bianca Dahl, seorang antropolog di Universitas Toronto, memberi contoh tentang orang Tswana di Botswana yang bergosip tentang infeksi HIV.
Selama tidak dilakukan dengan cara yang menjelek-jelekkan orang yang kabarnya terinfeksi – sekali lagi, ada perbedaan antara bagaimana sebagian besar dari kita menganggap suatu gosip sebagai negatif, dan bagaimana ilmuwan sosial mendefinisikannya – gosip dapat mengurangi penghakiman tentang perilaku seksual orang yang terinfeksi.
Jadi bagaimana kita bisa memaksimalkan manfaat gosip — dan mengurangi kerugiannya?
Lima prinsip gosip
Cole menyarankan empat prinsip, yaitu:
- menjaga kerahasiaan dalam bergosip,
- membuat gosip yang berguna,
- tidak berbohong,
- berhubungan dengan pendengar.
- Menghindari anonimitas juga dapat membantu.
Pemahaman tentang gosip
Lebih umum, Dahl menyarankan pemahaman tentang alasan gosip dan misinformasi. Di pedesaan Bostwana, alasan itu mungkin keinginan untuk menghindari stigma penularan HIV. Di kota kecil Amerika, mungkin ketakutan akan perubahan sosial yang menjadi alasannya.
“Anda harus mulai dengan menangani akar emosional dari suatu keyakinan, dan dengan mengeksplorasi ‘kegunaan’ keyakinan tersebut bagi orang-orang,” kata Dahl. “Pokoknya, kita berpegang pada suatu keyakinan sebagian karena kebenaran emosional yang ditawarkannya”, tutup Dahl.
Gosip bisa jadi eksklusif dan berbahaya. Tapi ia tidak bisa dihindari — dan bisa menjadi hal yang baik. Memahami apa yang orang-orang dapatkan dari gosip adalah salah satu cara untuk memerangi keyakinan yang berbahaya.
Ingin Berkontribusi?
Masuk menggunakan akun microsite anda, apabila belum terdaftar silakan klik tombol di bawah.
- Manfaat Secondment, Knowledge Management dan Sinergi di Kementerian Keuangan
- Efisiensi Perencanaan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Melalui Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2022
- 9 Aspek Keuangan Negara dalam UU Cipta Kerja Terkait Peningkatan Investasi
Attachment | Size |
---|---|
210710-Laporan Kajian Tata Kelola Alat Kesehatan Dalam Kondisi Covid-19_FINAL.pdf | 582.03 KB |
Baca juga :