Puree: Buah Lokal untuk Pemenuhan Gizi Masyarakat
3 min readSeperti yang diketahui bersama, terdapat beberapa jenis buah lokal Indonesia yang masih terbatas pengolahannya – umumnya hanya dibuat menjadi produk manisan. Buah tersebut antara lain salak pondoh, mangga indramayu, apel malang, nangka cempedak, jeruk bali, dan banyak lagi. Ini menjadi gerbang pembuka peluang dalam upaya peningkatan nilai tambah terhadap buah lokal Indonesia, salah satunya olahan puree atau bubur buah – yang nantinya bisa dinikmati sebagai makanan, minuman, maupun produk intermediet.
Puree buah memiliki keunggulan dibandingkan jus buah dalam kemasan komersial, yakni lebih kaya serat.
Buah dalam bentuk puree atau bubur memang biasa dikonsumsi sebagai bahan makanan utama untuk bayi atau lansia. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa kalangan lain bisa menikmati puree buah dalam kemasan karena lebih praktis.
Selama ini produk puree yang diproduksi hanya menggunakan jenis buah yang lazim dikonsumsi dan jarang menggunakan buah lokal. Selain terbilang menjanjikan, pengolahan buah lokal menjadi bentuk puree dapat pula berguna membantu masyarakat dalam pemenuhan nutrisi vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan untuk menjaga kesehatan tubuh, terutama pada kondisi pandemi.
Puree buah bisa dibuat di rumah dengan cara melakukan sortasi buah, pencucian, lalu pemotongan buah menjadi ukuran kecil dan selanjutnya di-blansing atau dikukus dengan uap air panas suhu 100oC selama 5 menit.
Langkah selanjutnya, buah-buah tersebut dicampurkan dengan air murni dan diblender hingga teksturnya berubah menjadi bubur.
Menurut penelitian, buah-buah tersebut memiliki kandungan nutrisi yang bermanfaat untuk menurunkan risiko penyakit tertentu dan menjaga kesehatan tubuh manusia. Meskipun kaya akan nutrisi, buah termasuk bahan pangan yang sangat mudah rusak dan cenderung memiliki umur simpan yang singkat.
Lalu bagaimana cara agar produk buah menjadi tahan lama? Tidak banyak yang tahu bahwa kita bisa memproduksi puree buah di rumah dengan umur simpan yang cukup lama.
Hal ini bisa dilakukan dengan cara pasteurisasi. Puree buah dipanaskan pada suhu 90oC selama 15 menit (Marszałek et al. 2015).
Metode pengawetan lain yang bisa diaplikasikan oleh industri besar adalah metode sterilisasi. Beberapa penelitian telah mendukung pernyataan bahwa teknologi sterilisasi seperti metode Microwave-Assisted Thermal Sterilization (MATS) mampu mempersingkat waktu dalam proses pemanasan supaya kualitas puree buah tetap terjaga (Patel et al. 2020).
Metode ini telah dipakai pada produksi ransum untuk para militer dan NASA yang membutuhkan makanan siap konsumsi dan memiliki umur simpan yang lama. Keunggulannya terdapat pada konsistensi rasa dan nutrisi yang tetap terjaga.
Mengutip hasil penelitian yang dilakukan di departemen rekayasa sistem biologi Washington State University, kemasan polimer yang dikombinasikan dengan pemanasan suhu tinggi ini dapat mencegah proses oksidasi; meminimalisasi perubahan warna, kandungan vitamin C, dan beta karoten; serta reaksi kerusakan lainnya yang dapat menurunkan profil sensori akibat proses pemanasan yang lama dan suhu tinggi (Zhang et al. 2019).
Hal tersebut bisa menjadi potensi bagi industri pangan besar untuk mengembangkan produk puree buah kemasan tahan lama, sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Kemasan polimer
Kemasan polimer yang cocok digunakan sebagai kemasan puree buah ini yaitu yang memiliki lapisan polietilen tereftalat (PET) teroksidasi logam sebagai penghalang oksigen dan memiliki warna permukaan kemasan yang buram atau gelap.
Struktur dari kemasan ini yaitu PET, AlOx, lapisan GL 12 µm, OPA 25 µm, dan CPP 50 µm (Zhang et al. 2019). Produk puree buah dalam kemasan pouch ini bisa disimpan di kulkas rumah tangga yang memiliki suhu ±10oC untuk memperlama umur simpannya. Prototipe kemasan dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Produksi puree buah lokal dalam kemasan merupakan salah satu contoh usaha yang dapat diaplikasikan dengan melibatkan pabrik pangan, petani buah lokal, dan para pelaku usaha kecil menengah. Harapannya, aplikasi produk ini bisa dikembangkan lagi lebih luas di seluruh daerah di Indonesia yang memiliki potensi buah lokal yang melimpah.
Akan tetapi, sebagai produsen, hal yang perlu diperhatikan betul, apakah bubur buah yang disajikan tetap memiliki daya jual yang tinggi atau tidak, bila dibandingkan dengan buah segar yang dijual di pasaran.
Oleh karenanya, perlu dilakukan survei untuk melihat daya tarik dan daya terima konsumen terhadap inovasi baru di bidang pangan ini. Di sisi seberang, sebagai konsumen, hal ini bisa menjadi inovasi pangan yang dapat diperuntukkan bagi masyarakat umum maupun kalangan tertentu, seperti lansia atau bayi untuk MPASI.
ARTIKEL INI MERUPAKAN PENDAPAT PRIBADI PENULIS DAN TIDAK MEWAKILI PANDANGAN ORGANISASI TEMPAT PENULIS BEKERJA
Ingin Berkontribusi?
Masuk menggunakan akun microsite anda, apabila belum terdaftar silakan klik tombol di bawah.
Attachment | Size |
---|---|
210710-Laporan Kajian Tata Kelola Alat Kesehatan Dalam Kondisi Covid-19_FINAL.pdf | 582.03 KB |
Baca juga :
- Menko PMK RI Kunjungi Gudang Farmasi Dinkes Gresik
- Lima Pejabat Resmi Daftarkan Diri sebagai Sekda Lamongan, Ini Penjelasannya