Mengkaji Ulang Anggaran Pendapatan dan Belanja
12 min readAnggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagai sebuah dokumen publik sudah seharusnya disusun dan dikelola berdasarkan prinsip partisipatif, transparan, dan akuntabilitas. Rakyat yang hakekatnya sebagai pemilik anggaran haruslah diajak bicara dari mana dan berapa besar Pendapatan Desa dan diajak bermusyawarah untuk apa Uang Desa di belanjakan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APBDesa, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa yang dibahas dan ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa melalui Peraturan Desa. Tahun anggaran APBDesa meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBDesa terdiri atas bagian pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan.
Menurut UU 32/2004 dan PP 72/2005 menyebutkan sumber-sumber pendapatan desa meliputi :
- Pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah,
- Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 1.0% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa
- Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa,
- Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan,
- Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat
- Anggaran Pendapatan, terdiri atas:[2]
- Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah, dan Penerimaan lainnya.
- Bagian Dana Perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus.
- Lain-lain pendapatan yang sah seperti Dana Hibah, Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus, Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya dan Pendapatan Lain-Lain.
- Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.
- Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
- Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan, dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.
- Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
- Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.
- Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi, dan efektivitas perekonomian daerah.
- Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan, dan kepatutan.
- Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara, dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
Sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
- Retribusi (User Charges)
Dianggap sebagai sumber penerimaan tambahan, tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi dengan menyediakan informasi atas permintaan bagi penyedia layanan publik, dan memastikan apa yang disediakan oleh penyedialayanan publik minimal sebesar tambahan biaya (Marginal Cost) bagi masyarakat.Ada tiga jenis retribusi, antara lain:- Retribusi Perizinan Tertentu (Service Fees)
seperti penerbitan surat izin(pernikahan, bisnis, kendaraan bermotor) dan berbagai macam biaya yangditerapkan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan.Pemberlakuan biaya/tarif kepada masyarakat atas sesuatu yang diperlukanoleh hukum tidak selalu rasional. - Retribusi Jasa Umum (Public Prices)
adalah penerimaan pemerintahdaerah atas hasil penjualan barang-barang privat, dan jasa. Semua penjualan jasa yang disediakan di daerah untuk dapat diidentifikasi secara pribadi dari biaya manfaat publik untuk memberikan tarif atas fasilitashiburan/rekreasi. Biaya tersebut seharusnya diatur pada tingkat kompetisiswasta, tanpa pajak, dan subsidi, di mana itu merupakan cara yang palingefisien dari pencapaian tujuan kebijakan publik, dan akan lebih baik lagi jika pajak subsidi dihitung secara terpisah. - Retribusi Jasa Usaha (Specific Benefit Charges)
secara teori, merupakan cara untuk memperoleh keuntungan dari pembayar pajak yang kontras, seperti Pajak Bahan Bakar Minyak atau Pajak bumi dan bangunan.
- Retribusi Perizinan Tertentu (Service Fees)
- Pajak bumi dan bangunan (Property Taxes)
Pajak Property (PBB) memiliki peranan yang penting dalam hal keuangan pemerintah daerah, pemerintah daerah di kebanyakan negara berkembang akanmampu mengelola keuangannya tapi hak milik berhubungan dengan pajak property. Jika pemerintah daerah diharapkan untuk memerankan bagian penting dalam keuangan sektor jasa (contoh: pendidikan, kesehatan), sebagaimanaseharusnya mereka akan membutuhkan akses untuk sumber penerimaan yanglebih elastis. - Pajak Cukai (Excise Taxes)
Pajak cukai berpotensi signifikan terhadap sumber penerimaan daerah, terutama alasan administrasi dan efisiensi. Terutama cukai terhadap pajak kendaraan. Pajak tersebut jelas dapat dieksploitasi lebih lengkap daripada yang biasanya terjadi disebagian besar negara yaitu dari perspektif administratif berupa pajak bahan bakar dan pajak otomotif. Pajak bahan bakar juga terkait penggunaan jalan, dan efek eksternal seperti kecelakaan kendaraan, polusi, dan kemacetan. Swastanisasi jalan tol pada prinsipnya dapat melayani fungsi pajak manfaat, didasarkan pada fitur umur dan ukuran mesin kendaraan (mobil lebih tua, dan lebih besar biasanya memberikan kontribusi lebih kepada polusi), lokasi kendaraan (mobil di kota-kota menambah polusi, dan kemacetan), sopir catatan (20 persen dari driver bertanggung jawab atas 80 persen kecelakaan), dan terutama bobot roda kendaraan (berat kendaraan yang pesat lebih banyak kerusakan jalan, dan memerlukan jalan yang lebih mahal untuk membangun). - Pajak Penghasilan (Personal Income Taxes)
Diantara beberapa negara di mana pemerintah sub nasional memiliki peran pengeluaran besar, dan sebagian besar otonom fiskal adalah negara-negara Nordik. Pajak pendapatan daerah ini pada dasarnya dikenakan pada nilai yang tetap. Pada tingkat daerah didirikan basis pajak yang sama sebagai pajak pendapatan nasional dan dikumpulkan oleh pemerintah ppusat.
Peran Kepala Desa ~ Sekretaris Desa
Perencanaan pengelolaan keuangan Desa merupakan perencanaan penerimaan dan pengeluaran pemerintahan Desa pada tahun anggaran berkenaan yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa).
Sekretaris Desa mengoordinasikan penyusunan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) tahun berkenaan dan pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) yang diatur dengan Peraturan Bupati/Wali Kota setiap tahun.
Materi muatan Peraturan Bupati/Wali Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
- sinkronisasi kebijakan pemerintah daerah kabupaten/kota dengan kewenangan Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa);
- prinsip penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa);
- kebijakan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa);
- teknis penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa); dan
- hal khusus lainnya.
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) yang telah disusun merupakan bahan penyusunan rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa).
Sekretaris Desa menyampaikan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa kepada Kepala Desa.
Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan Kepala Desa kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk dibahas dan disepakati bersama dalam musyawarah Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disepakati bersama paling lambat bulan Oktober tahun berjalan.
Dalam hal Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tidak menyepakati rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) yang disampaikan Kepala Desa, Pemerintah Desa hanya dapat melakukan kegiatan yang berkenaan dengan pengeluaran operasional penyelenggaraan pemerintahan Desa dengan menggunakan pagu tahun sebelumnya.
Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa sebagai dasar pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (5) tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) menjadi Peraturan Desa dan Rancangan Peraturan Kepala Desa tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) manjadi Peraturan Kepala Desa, Bupati/Wali Kota membatalkan peraturan dimaksud dengan Keputusan Bupati/Wali Kota.
Kepala Desa memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan selanjutnya Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mencabut Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa dimaksud.
Dalam hal pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa hanya dapat melakukan pengeluaran terhadap operasional penyelenggaraan pemerintahan Desa dengan menggunakan pagu tahun sebelumnya sampai penyempurnaan Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) disampaikan dan mendapat persetujuan Bupati/Wali Kota.
Silahkan Download File: APBDesa Bentuk Excel Tahun 2020
Alur dan Peran Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) adalah instrumen penting yang sangat menentukan dalam rangka perwujudan tata pemerintahan yang baik (good governance) dan pelaksanaan pembangunan di tingkat desa. Tata pemerintahan yang baik, diantaranya diukur dari proses penyusunan dan pertanggungjawaban APBDesa. Memahami proses pada seluruh tahapan pengelolaan APBDesa (penyusunan, pelaksanaan, pertanggungjawaban) memberikan arti terhadap model penyelenggaraan pemerintahan desa itu sendiri.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagai sebuah dokumen publik sudah seharusnya disusun dan dikelola berdasarkan prinsip partisipatif, transparan, dan akuntabilitas. Rakyat yang hakekatnya sebagai pemilik anggaran haruslah diajak bicara dari mana dan berapa besar Pendapatan Desa dan diajak bermusyawarah untuk apa Uang Desa di belanjakan.
Misalkan : untuk pengembangan usaha ukm di desa. Dengan demikian harapan tentang anggaran yang digunakan untuk kesejahteraan rakyat benar-benar akan terwujud dan dapat memberikan arti serta nilai bahwa tatakelola kepemerintahan desa dijalankan dengan baik.
Secara garis besar alur Penyusunan APB Desa Partisipatif adalah sebagai tergambar dalam bagan berikut ini:
Pihak Pihak Yang Terlibat Dalam Penyusunan APB Desa
Pihak pihak yang terlibat dalam penyusunan APB Desa Partisipatif adalah sebagai berikut
- Pemerintah Desa ( Kepala Desa dan Perangkat Desa )
- BPD (Badan Permusyawaratan Desa)
- Perwakilan Warga (Tokoh Masyarakat, Unsur Perempuan, Unsur warga Miskin, Organisasi Kemasyarakatan)
- Bupati/Camat
Peran Para Pihak Yang Terlibat Dalam Penyusunan APB Desa
Masing masing pihak yang terlibat dalam penyusunan APB Desa Partisipatif mempunyai peran sendiri-sendiri sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
- Peran Kepala Desa
- Menyiapkan SK Tim Penyusun
- Membahas Ranperdes APB Desa dan Ranperdes APB Desa Perubahan bersama BPD
- Menetapkan Perdes APB Desa dan Perdes APB Desa Perubahan
- Menyosialisasikan Perdes APB Desa, APB Desa Perubahan dan Perdes Pertanggung-jawaban APB Desa
- Menetapkan kebijakan pelaksanaan APB Desa
- Menetapkan kebijakan pengelolaan barang desa
- Menerbitkan Keputusan Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD)
- Menetapkan bendahara desa
- Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa
- Menetapkan pengelolaan aset desa.
- Peran Sekertaris Desa
- Memimpin penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
- Menyiapkan Ranperdes APB Desa, Ranperdes APB Desa Perubahan dan Ranperdes Pertanggungjawaban APB Desa.
- Memeriksa dan merekomendasi RAB yang diusulkan oleh pelaksana.
- Menyusun Rancangan Keputusan Kepala Desa terkait Pelaksanaan Perdes APB Desa dan APB Desa Perubahan.
- Mendokumentasikan proses penyusunan APB Desa, APB Desa Perubahan, dan Pertanggungjawaban APB Desa.
Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretaris Desa dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD)
- Peran BPD
- Membahas Ranperdes APB Desa dan APB Desa Perubahan bersama Kades dalam rangka memperoleh persetujuan bersama (Pembahasan menitikberatkan pada kesesuaian RAPBDesa dengan RKP Desa).
- Menyetujui dan menetapkan APB Desa dan APB Desa Perubahan bersama Kepala Desa.
- Mengawasi Proses Penyusunan dan Implementasi APB Desa.
- Peran Maysarakat
- Konsolidasi partisipan yang terlibat dalam proses.
- Agregasi kepentingan (mengumpulkan kepentingan yang berbeda beda).
- Memilih preferensi (prioritas) program dan kegiatan.
- Monitoring dan evaluasi pelaksanaan Perdes APB Desa.
- Terlibat dalam penyusunan RKA (sesuai tema kegiatan).
- Peran Bupati
- Melakukan Evaluasi
- Melakukan Pembinaan
- Melakukan Pengawasan
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Bupati melimpahkan tugas kepada Camat dan satuan kerja perangkat daerah yang mengampu pemberdayaan desa.
Tahapan Perubahan APBDes
Setelah kegiatan dilaksanakan, sangat terbuka terjadi perubahan-perubahan APBDes, baik dalam hal pendapatan, belanja, maupun pembiayaan. Karenan itu, perlu dilakukan evaluasi dan hasilnya menjadi dasar penyusunan Perubahan APB Desa (Anggaran Pendapatan Belanja Desa).
Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perubahan APB Desa, antara lain :
a. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis belanja;
b. Keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;
c. Terjadi penambahan dan/atau pengurangan dalam pendapatan desa pada tahun berjalan;
d. Terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan;
e. Perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Dalam satu tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa, APB Desa dapat dilakukan perubahan hanya satu kali selambat-lambatnya 3 bulan (akhir bulan September) sebelum tahun anggaran berakhir yang ditetapkan dengan peraturan desa.
Apabila setelah Perdes Perubahan APB Desa ditetapkan ada pendapatan desa yang bersumber dari bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota serta hibah dan bantuan pihak ketiga, maka perubahannya diatur dengan peraturan kepala desa.
Sedangkan prosedur penyusunan perubahan APB Desa pada prinsipnya sama dengan tahapan dan prosedur penyusunan APB Desa. Artinya pemerintah desa tetap harus membuka ruang-ruang informasi dan partisipasi publik dalam setiap tahapan proses penyusunan. Meskipun perubahan APB Desa berbentuk peraturan kepala desa, tetapi BPD dan masyarakat tetap mempunyai hak mendapatkan informasi.
Tahapan yang dilakukan adalah mulai dari penyusunan RKA/RAPB Desa Perubahan atau lazim disebut RKA Perubahan-Desa (RKA P-Desa), penyusunan ringkasan dan rincian APB Desa perubahan, penyusunan Rancangan Peraturan Kepala Desa tentang Perubahan APB Desa, musyawarah anggaran desa dan penyusunan Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran Desa atau disingkat DPPA-Desa.
Syarat Sah Perubahan Perdes APBDes
Berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018, dalam pasal 40 sampai dengan pasal 42 apabila dibaca dengan cerdas dalam fokus perubahan perdes apbdes, maka dapat disarikan sebagai berikut:
1. Bahwa perubahan APBDes itu dapat dilakukan apabila: terjadi penambahan dan/atau pengurangan pendapatan desa; penghematan belanja; pergeseran anggaran antar pos bidang; dan penggunaan SiLPA tahun sebelumnya; dengan tetap berpedoman pada RKPDes.
2. Bahwa Perubahan APBDes itu hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.
3. Bahwa kreteria keadaan luar biasa itu berdasarkan Peraturan Bupati / Walikota.(baca juga Pasal 23 Permendagri 20/2018).
4. Bahwa Perkades tentang Perubahan Penjabaran APBDes dapat dilakukan sebelum Rancangan Peraturan Desa tentang Perubahan APBDes ditetapkan, dengan catatan apabila: pergeseran anggaran antar pos bidang; keadaan yang menyebabkan harus segera dilakukan pergeseran antar objek belanja; dan penggunaan SiLPA tahun sebelumnya; dengan tetap berpedoman pada RKPDes.
5. Bahwa perubahan Perkades tentang Perubahan Penjabaran APBDes itu harus diberitahukan kepada BPD dan disampaikan kepada Bupati / Walikota melalui Camat sebagai laporan.
6. Bahwa perihal Perencanaan dan Pelaksanaan APBDes diberlakukan secara mutatis mutandis. Artinya Penyusunan Perkades Penjabaran APBDes itu tidak harus sama persis dengan Penyusunan Perdes APBDes. Dapat dilakukan perubahan jika dipandang perlu oleh Kepala Desa.
Sekarang mari dibaca Permendagri nomor 20 tahun 2018 sebagai berikut:
Pasal 40
(1) Pemerintah Desa dapat melakukan perubahan perdes APBDes apabila terjadi:
a. penambahan dan/atau pengurangan dalam pendapatan Desa pada tahun anggaran berjalan;
b. sisa penghematan belanja dan sisa lebih perhitungan pembiayaan tahun berjalan yang akan digunakan dalam tahun berkenaan;
c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar bidang, antar sub bidang, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; dan
d. keadaan yang menyebabkan SiLPA tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan.
(1) ditetapkan dengan peraturan Desa mengenai perubahan APB Desa dan tetap mempedomani RKP Desa.
(2) Perubahan APB Desa hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.
(3) Kriteria keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati/Wali Kota mengenai Pengelolaan Keuangan Desa.
(4) Perubahan APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
Pasal 41
(1) Pemerintah Desa dapat melakukan perubahan terhadap Peraturan Kepala Desa tentang perubahan penjabaran APB Desa sebelum Rancangan Peraturan Desa tentang Perubahan APB Desa ditetapkan.
(2) Peraturan Kepala Desa tentang perubahan penjabaran APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila terjadi:
a. penambahan dan/atau pengurangan dalam pendapatan Desa pada tahun anggaran berjalan;
b. keadaan yang menyebabkan harus segera dilakukan pergeseran antarobjek belanja; dan
c. kegiatan yang belum dilaksanakan tahun sebelumnya dan menyebabkan SiLPA akan dilaksanakan dalam tahun anggaran berjalan.
(3) Kepala Desa memberitahukan kepada BPD mengenai penetapan Peraturan Kepala Desa tentang perubahan penjabaran APB Desa dan selanjutnya disampaikan kepada Bupati/Wali Kota melalui surat pemberitahuan mengenai Peraturan Kepala Desa tentang perubahan penjabaran APB Desa.
Pasal 42
Ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Desa mengenai APB Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 38 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Peraturan Desa mengenai perubahan APB Desa.
Macam- Macam Keberadaan APBDes
1. Disepakati tanpa catatan.
2. Disepakati dengan catatan.
3. Ditolak dengan alasan hukum.
Realita di lapangan, keberadaan APBDes menjadi bermacam-macam, antara lain:
1. APBDes dibuat dan disetorkan ke Kabupaten melalui Kecamatan tanpa dibahas dengan BPD terlebih dahulu dan tanpa dilampirkan Keputusan Persepakatan BPD dan/atau Berita Acara Musyawarah BPD.
2. APBDes dibuat dan disetorkan ke Kabupaten melalui Kecamatan tanpa dibahas dengan BPD terlebih dahulu, tetapi dilampirkan Keputusan Persepakatan BPD dan/atau Berita Acara Musyawarah BPD yang dipalsukan tanda tangannya.
3. APBDes dibuat dan disetorkan ke Kabupaten melalui Kecamatan tanpa dilampirkan Keputusan Persepakatan BPD dan/atau Berita Acara Musyawarah BPD, karena dalam pembahasan APBDes, BPD menolaknya.
4. APBDesa dibuat dan disetorkan ke Kabupaten melalui Kecamatan dengan dilampirkan Keputusan Persepakatan BPD dan/atau Berita Acara Musyawarah BPD. Tetapi APBDes tersebut masih dalam pembahasan dengan BPD. Tentunya dengan dilampirkan Keputusan Persepakatan BPD dan/atau Berita Acara Musyawarah BPD yang diatur sedemikian rupa.
5. Terakhir, APBdesa dibuat dan disetorkan ke Kabupaten melalui Kecamatan setelah dibahas dengan BPD dan disepakati, dengan dilampirkan Keputusan Persepakatan BPD dan/atau Berita Acara Musyawarah BPD.
Dari realita di atas, untuk macam yang ke 1 dan 2 pasti BPD tidak tahu dan tidak pegang dokumennya. Untuk macam yang ke 3 dan 4 BPD pasti pegang dokumennya, tetapi sangat mungkin ada perbedaan antara dokumen yang disetorkan dengan dokumen hasil akhir pembahasan. Sedangkan macam yang ke 5 pasti BPD juga memegang dokumennya dan sama dengan dokumen yang disetorkan ke Kabupaten melalui Kecamatan.